In Memoriam
In Memoriam Almarhum Muhammad Yusuf Ali: Lelaki Tangguh dari Tanete Bulukumba
Saat itu terjadi razia KTP. Sebagai Ketua Senat, ia datang dengan jas merah, menghadapi para oknum mahasiswa itu. Menyuruh agar membubarkan diri
Oleh: Haidir Fitra Siagian
TRIBUN-TIMUR.COM - Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Setiap yang bernyawa pasti akan menemui ajalnya. Tidak ada kuasa seorang manusia untuk menghindarkan diri dari satu pintu yang bernama kematian.
Semua pasti memasukinya, namun tidak ada seorang pun yang tahu kapan, dimana dan bagaimana ia akan melewatinya. Ini hanya soal waktu dan cara saja.

Sama seperti teman-teman yang lain, saya juga amat sangat kaget dengan postingan di media sosial tadi siang. Sesaat sebelum melaksanakan salat Jumat di Masjid Omar Wollongong, New South Wales, Australia.
Saya membaca berita yang mengabarkan bahwa sahabatku, Muhammad Yusuf, S.T. telah meninggal dunia hari ini di Makassar, Jumat (17/7/2020).
Karena masih antri masuk masjid, saya masih sempat mengecek kebenaran berita itu ke beberapa pihak. Dan memang, sudah banyak yang beredar di media sosial, bahwa informasi tersebut benar adanya.
• Jika Terpilih, Ini Bakal Dilakukan Muhammad Yusuf Ali Tanggulangi Krisis Air Tawar di Bulukumba
• Muhammad Yusuf Ali Ingin Bertarung di Pilkada Bulukumba, Berikut Ini Beberapa Motivasi Besarnya?
Bahkan seorang sahabat saya, Pak Haji Erwin Natsir, sempat menelepon saya dari Makassar. Tapi tak sempat lagi saya angkat karena sudah hp off, saat salat Jumat.
Selesai salat Jumat dan sekaligus salat Ashar, saya yang menelepon Haji Erwin. Kami membicarakan tentang meninggalnya almarhum. Saya sangat terkejut tentang vonis pihak rumah sakit terhadap penyakit almarhum.
Saya dapat membayangkan betapa, ini adalah sesuatu yang tidak diharapkan oleh siapapun, akan tetapi harus diterima dengan penuh tawakkal kepada-Nya.
Almarhum Muhammad Yusuf, S.T., adalah sahabat akrab saya selama tiga tahun. Kami sama-sama alumni SMA Negeri 3 Ujung Pandang, masuk tahun 1991 dan selesai tahun 1994.
Teman Satu Kelas
Tahun pertama, satu kelas saat masih kelas I, kemudian dua tahun berikutnya satu kelas juga jurusan Biologi I. Bahkan kami sering duduk satu kursi, saat masih kelas satu. Saya sering ke rumah kakaknya di Jalan Kumala II, berlantai II.
Kerja tugas dan kerja kelompok. Demikian pula sebaliknya, dia sering ke kamar saya di Jalan Gunung Lompobattang.
Bersama Faisal Al Idrus (sekarang pengusaha di Solo), Rishian (sekarang Kapolres di NTT), dan Muhammad Adnan (sekarang dosen di Politeknik Makassar), saat kelas satu, kami sering main bersama.
Bahkan saya beberapa kali bermalam di rumahnya. Saya kenal dua saudaranya, tapi lupa namanya. Kakak lelakinya kerja di Bank Bukopin Makassar. Dan kakak perempuannya saat itu masih kuliah di STIE Bongaya Makassar.