Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kekerasan Seksual

LBH Makassar Desak Polres Wajo Tetapkan Eks Komisioner Bawaslu Tersangka Pelecehan Seksual

LBH Makassar desak Polres Wajo tetapkan eks Komisioner Bawaslu inisial HO sebagai tersangka pelecehan seksual. Korban depresi berat.

Penulis: M. Jabal Qubais | Editor: Sukmawati Ibrahim
Copilot
PELECEHAN SEKSUAL - "Ilustrasi korban pelecehan seksual yang mengalami tekanan psikologis akibat kekerasan di lingkungan kerja bycopilot. Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum dan pendampingan bagi korban LBH Makassar desak Polres Wajo tetapkan eks Komisioner Bawaslu inisial HO sebagai tersangka pelecehan seksual. Korban depresi berat. 

TRIBUNTIMUR.COM, WAJO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak Polres Wajo menetapkan eks Komisioner Bawaslu Wajo inisial HO sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.

Desakan itu disampaikan Koordinator Bidang Perempuan, Anak, Disabilitas LBH Makassar sekaligus pendamping korban, Ambara, melalui siaran pers.

“Sudah empat bulan kasus ini bergulir di Polres Wajo. Terlapor pun mengakui perbuatannya di hadapan penyidik, tapi belum ada penetapan tersangka,” ujar Ambara via rilis Rabu (15/10/2025).

Menurutnya, Polres Wajo lalai memahami karakteristik pembuktian kekerasan seksual. Ia menilai penyidik masih terjebak pada paradigma lama.

“Seolah-olah kekerasan seksual baru dapat dibuktikan jika ada saksi mata atau luka fisik,” katanya.

Meski berbagai bukti telah dikantongi, kata Ambara, Polres Wajo belum menunjukkan langkah konkret menetapkan terlapor sebagai tersangka.

“Korban telah menyerahkan bukti percakapan digital antara dirinya dan pelaku, surat tugas perjalanan dinas yang menunjukkan keterlibatan keduanya, serta menjalani asesmen psikologis di UPT PPA Sulsel dan pemeriksaan psikiatris di RSUD Lamaddukelleng,” tegasnya.

Baca juga: Komisioner Bawaslu Wajo Mengundurkan Diri Setelah Dilapor Kasus Pelecehan Seksual

“Hasil pemeriksaan medis menyatakan korban mengalami F32.3, depresi berat dengan gejala psikotik akibat trauma mendalam dari kekerasan seksual berulang di lingkungan kerja,” sambungnya.

Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 13 Oktober 2025 menyebut hasil penyelidikan sementara “belum memenuhi syarat alat bukti yang cukup” sesuai Pasal 184 KUHAP.

“Padahal, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah memperluas alat bukti sah. Pasal 24 dan 25 UU TPKS mengakui keterangan korban, ahli psikolog atau psikiater, serta bukti digital sebagai dasar hukum kuat. Alasan ‘belum cukup bukti’ tidak berdasar dan bertentangan dengan UU TPKS,” jelas Ambara.

Ia menyebut sikap Polres Wajo menimbulkan pertanyaan besar soal keseriusan aparat hukum menangani kasus kekerasan seksual, apalagi pelaku memiliki jabatan publik dan posisi kuasa atas korban.

“Alih-alih memberi rasa aman dan kepastian hukum, Polres Wajo justru memperpanjang penderitaan korban melalui proses berlarut tanpa arah,” ucapnya.

“Penundaan penetapan tersangka juga bisa dimaknai sebagai bentuk reviktimisasi. Korban kembali disakiti, bukan oleh pelaku, tapi oleh sistem hukum yang seharusnya melindungi. Proses hukum yang tidak sensitif dan berbelit memperkuat pesan berbahaya: keberanian perempuan melapor bisa berujung pada penderitaan lebih panjang,” tambah Ambara.

LBH Makassar meminta Polres Wajo segera menetapkan terlapor sebagai tersangka.

Mereka juga mendesak penghentian praktik pemerasan dengan dalih “belum cukup bukti” yang bertentangan dengan semangat UU TPKS dan prinsip perlindungan korban.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved