Opini
Muhammadiyah Worldview
Worldview berguna memberi penjelasan mengenai realitas dan makna eksistensi; berperan dalam keberlangsungan dan perubahan moral sosial.
Inilah yang dimaksud oleh Hamid Fahmy Zarkasyi bahwa “Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap orang mempunyai worldview masing-masing”, (Zarkasyi, 2025: 3).
Jika worldview dikaitkan dengan suatu kebudayaan maka spektrum maknanya dan juga termanya akan mengikuti kebudayaan tersebut.
Esensi perbedaan terletak pada faktor-faktor dominan dalam pandangan hidup masing-masing yang boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama, kepercayaan, tata nilai sosial, atau lainnya.
Faktor tersebut yang menentukan cara pandang dan sikap manusia yang bersangkutan terhadap apa yang ada pada alam semesta ini, serta luas dan sempitnya spektrum maknanya.
Ada yang terbatas pada kesini-kinian (dunia-pragmatis), ada yang terbatas pada dunia fisik hingga alam metafisika hingga alam di luar kehidupan dunia (akhirat).
Muhammadiyah merupakan persyarikatan dengan worldview yang menjadi titik tolak dalam menyusun framework atau kerangka kerja.
Dasar pemikiran para tokoh pendiri Muhammadiyah sangat jelas, dan dituangkan dalam “Fikih Tata Kelola Persyarikatan” bahwa visi dan misi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dalam al-Quran ditemukan bahwa visi manusia diciptakan untuk beribadah (QS. Az-Zariat[51]: 56).
Sedangkam misi manusia adalah memakmurkan dan membangun bumi (QS. Huud[11]: 62), tujuannya (ghaayah) untuk kesalehan spritual (aqaamuus-shalaah), kesejahteraan materil (wa aatuuz zakaah), ketertiban dan ketentraman hidup dalam masyarakat dengan menegakkan amar ma’ruf nahy munkar, (QS. Al-Hajj[22]: 41), (Himp. Putusan Tarjih Muhammadiyah-3, 2018: 87).
Namun, salah satu aspek yang sangat fundamental bagi setiap organisasi adalah “kemandirian”, sebab selama sebuah komunitas, paguyuban, organisasi, hingga negara tidak mampu berdikari, maka selama itu pula akan menjadi bulan-bulanan pihak eksternal yang menjadi penyandang dana.
Muhammadiyah menyadari begitu pentingnya membangun kemandirian persyarikatan dengan mewujudkan tata kelola profesional tanpa benturan dan pertentangan kepentingan serta pengaruh/tekanan dari pihak mana pun juga, yang tidak sesuai dan/atau menyimpang dari prinsip pergerakan Muhammadiyah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterikatan dalam menetapkan tindakan hanya terikat pada ketentuan Allah ta’aala dan Rasul-Nya. Persyarikatan Muhammadiyah menyadari bahwa pengelolaan persyarikatan merupakan tanggungjawab kolektif semua jajaran.
Terlihat jelas bahwa worldview Muhammadiyah berbasis pada wahyu, al-Quran dan as-Sunnah, artinya segenap framework atau kerangka dan program kerja tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai ajaran Islam.
Spektrumnya tidak terbatas pada kini dan di sini. Tetapi kini, di dunia, alam kubur hingga alam akhirat.
Orientasi hidup warga Muhammadiyah tidak boleh pragmatis, hanya untuk diri, keluarga, dan warga persyarikatan saja. Tapi harus menembus batas lingkungan keluarga, daerah, lembaga, organisasi, negara dan agama.
Spektrum kerja warga Muhammadiyah berbasis pada worldview bahwa agama untuk maslahat, atau maslahat framework Muhammadiyah menembus sekat-sekat suku, ras, agama, hingga negara.
| Kelisanan di Era Didital |
|
|---|
| Pelayaran Kedua Sang Nahkoda Ulung, Estafet Kepemimpinan untuk Kejayaan Universitas Hasanuddin |
|
|---|
| Kedaulatan Digital dalam Penyelenggaraan Pemilu |
|
|---|
| Pidana Mati di Indonesia: Antara Keadilan dan Kemanusiaan |
|
|---|
| Reorientasi Makna Pendidikan di Era Digital, Saatnya Pembelajaran Berpihak pada Manusia |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251003-Dr-Ilham-Kadir.jpg)