Opini
Kedaulatan Digital dalam Penyelenggaraan Pemilu
Ketika teknologi dihadirkan sebagai solusi maka diharapkan hadir proses yang lebih efisien, data lebih akurat, dan hasil yang lebih transparan.
Ketika sistem digital pemilu tidak transparan, sering error, dan tidak dapat diaudit secara independen, maka legitimasi hasil pemilu pun bisa dipertanyakan. Dalam demokrasi, persepsi publik sama pentingnya dengan prosedur formal.
Masukan Perbaikan di Revisi Undang-Undang Pemilu
Untuk menjawab tantangan ini, revisi Undang-Undang Pemiu menjadi langkah mendesak.
Pertama, UU harus memastikan bahwa semua sistem informasi pemilu dirancang secara terpadu, berkesinambungan, dan tidak lagi bergantung pada proyek sementara.
Dibutuhkan konsolidasi digital pemilu nasional yang menggabungkan seluruh sistem mulai dari data pemilih, proses pencalonan, partai politik, sampai rekap hasil dan laporan dana kampanye dalam satu ekosistem yang saling terhubung.
Kedua, Undang-undang perlu menetapkan kewajiban audit independen secara rutin terhadap semua sistem teknologi pemilu.
Proses audit ini meliputi aspek keamanan digital, efektivitas, stabilitas teknis, serta fungsi sistem.
Laporan hasil audit wajib diumumkan secara transparan, agar masyarakat, komunitas teknologi, dan pengawas pemilu bisa ikut serta dalam proses pengawasan dan peningkatan.
Ketiga, KPU sebaiknya mendirikan unit tetap bidang teknologi informasi di level nasional dan regional, yang terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dengan kompetensi di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pengembangan sistem digital idealnya dilakukan secara mandiri, atau lewat kerja sama berkelanjutan dengan institusi teknologi pemerintah seperti BRIN, BSSN, dan Kominfo, demi memastikan kendali serta kesinambungan.
Keempat, Semua sistem digital seperti Sirekap, Sidalih, Silon, dan Sipol sebaiknya digabungkan dalam satu laman nasional pemilu yang menyediakan akses masuk terpadu, tampilan yang mudah digunakan, serta panel informasi publik yang transparan.
Strategi ini bukan hanya memudahkan petugas dan kontestan pemilu, tetapi juga meningkatkan keyakinan masyarakat terhadap keterbukaan dan kelancaran proses digital pemilu.
Pembangunan sistem informasi pemilu bukan sekadar proyek teknologi, tetapi bagian dari kedaulatan digital infrastruktur demokrasi.
Sistem ini harus dirancang dengan visi jangka panjang, dikelola secara profesional, dan diawasi secara terbuka.
Demokrasi digital yang sehat membutuhkan sistem yang tidak hanya canggih, tetapi juga dapat dipercaya.
Dan kepercayaan itu hanya bisa tumbuh jika teknologi dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik, bukan sekadar logika temporer.
