Opini
Mamdani dan Budaya Politik di Indonesia
Kemenangan ini membetot perhatian publik, baik di Amerika maupun masyarakat global, sampai ke pelosok Indonesia.
Dengan memahami politik, masyarakat tergerak menyisihkan waktunya untuk berpartisipasi dalam praktik politik. Kita lebih pandai memilah dan memilih kandidat yang tepat, serta tak lupa untuk selalu bersuara pada produk-produk politik yang dinilai berorientasi bukan pada kepentingan publik.
Saat kita tiba di sana, kita semua tak lagi memilih asbab uang, tapi kerena kepentingan yang lebihbesar.
Kita juga sudah menilai para calon ataupun pemimpin lewat variabel-variabel yang substantif, sembari memuji figur minoritas yang memimpin yang wilayah mayoritas bukan karena kesamaan identitas, namun murni karena mereka berkapasitas.
Tentu saja, jalan menuju budaya politik partisipatif tentulah tidak gampang dan sederhana, juga tak dapat disimplifikasi sedemikian rupa.
Kita terlebih dahulu perlu memperbaiki sistem dalam internal partai atau pendidikan politik yang masif, serta banyak aspek rumit nan kompleks yang perlu dibereskan satu per satu.
Ada banyak catatan kaki berlapislapis untuk hal ini, namun dengan turut memikirkannya saja adalah selemah-lemahnya iman politik, juga agar tidak termasuk mereka, yang menurut Muchtar Lubis dalam buku Manusia Indonesia, hooge geestearbeid; orang yang tak sanggup melakukan kerja otak yang tinggi.
Masih ada harapan, minimal dengan membaca dan mempercakapkan halhal ini, kita telah urun tangan menfasilitasi politik Indonesia yang lebih ideal, pada masa-masa mendatang.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/2025-11-17-Zulfiqar-Rapang-Anak-Muda-Ketinggian-Rongkong.jpg)