Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Pembangunan 'Berkelanjutan' Manusia dan Gender

Angka ini tidak hanya mencerminkan peningkatan pendapatan, tetapi juga perbaikan akses terhadap pelayanan dasar seperti air bersih.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Prakoso Bhairawa Putera Direktur Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi, dan Inovasi BRIN 

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera

Direktur Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi, dan Inovasi BRIN

TRIBUN-TIMUR.COM - PEMBANGUNAN tidak lagi diukur semata oleh angka pertumbuhan ekonomi.

Di era Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), keberhasilan pembangunan ditentukan oleh sejauh mana kesejahteraan manusia meningkat, kesenjangan sosial berkurang, dan kesetaraan gender terwujud.

Laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2024 bertajuk Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) Provinsi Sulawesi Selatan 2024, menghadirkan gambaran yang kaya tentang tiga hal yang saling berkait, yakni mulai dari pembangunan berkelanjutan, sumber daya manusia (SDM), dan gender.

Meningkatnya Akses Dasar

Sulawesi Selatan (Sulsel) menunjukkan tren positif dalam pengentasan kemiskinan. Dalam satu dekade terakhir, tingkat kemiskinan berhasil ditekan hingga 8,06 persen atau sekitar 736 ribu jiwa, menandai pencapaian penting di bawah ambang dua digit.

Angka ini tidak hanya mencerminkan peningkatan pendapatan, tetapi juga perbaikan akses terhadap pelayanan dasar seperti air bersih, sanitasi, dan perumahan.

Namun, capaian ini belum sepenuhnya merata. Ketimpangan antarwilayah, terutama antara perkotaan dan pedesaan, masih membatasi manfaat pembangunan bagi sebagian masyarakat.

Prinsip No One Left Behind yang menjadi ruh TPB menuntut agar pembangunan lebih berpihak kepada kelompok rentan, seperti masyarakat miskin, perempuan, dan penduduk di wilayah tertinggal.

Pada sisi lain, berdasarkan Laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulsel 2024 menegaskan bahwa pembangunan manusia menjadi jantung dari kemajuan provinsi ini.

Nilai IPM mencapai 73,91, menempatkannya dalam kategori “tinggi”. Indeks ini mencerminkan tiga dimensi utama, yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Dari sektor kesehatan, umur harapan hidup meningkat menjadi 70,8 tahun, menandakan keberhasilan program kesehatan dasar dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat.

Di bidang pendidikan, harapan lama sekolah mencapai 14 tahun dengan rata-rata lama sekolah 9,7 tahun—suatu kemajuan yang memperkuat daya saing tenaga kerja masa depan.

Sementara itu, dimensi ekonomi menunjukkan peningkatan pengeluaran per kapita disesuaikan hingga Rp13,9 juta. Meski demikian, daya beli masyarakat masih menghadapi tekanan akibat inflasi dan keterbatasan peluang kerja formal.

Tantangan ini mengisyaratkan bahwa pembangunan ekonomi perlu disertai dengan penciptaan lapangan kerja produktif, terutama bagi generasi muda dan perempuan.

Capaian lain terlihat pada laporan Indeks Pembangunan Gender (IPG) 2024, Sulsel mencatat nilai 91,23, menandakan kemajuan dalam mengurangi kesenjangan gender di bidang kesehatan dan pendidikan.

Perempuan di provinsi ini memiliki umur harapan hidup lebih tinggi dibanding laki-laki (73 tahun berbanding 68 tahun) dan tingkat partisipasi pendidikan yang terus meningkat.

Namun, tantangan besar masih membayangi. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan baru mencapai sekitar 51 persen, jauh di bawah laki-laki yang mencapai lebih dari 80 persen.

Ketimpangan ini mengindikasikan adanya hambatan struktural dalam akses terhadap pekerjaan layak, kepemilikan aset, dan posisi manajerial. Keterwakilan perempuan di parlemen juga belum ideal—masih di bawah 20 persen.

Padahal, kehadiran perempuan dalam pengambilan keputusan publik berperan penting dalam memastikan kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada keluarga serta masyarakat rentan.

Dengan demikian, kesetaraan gender di Sulsel telah berkembang dari sisi akses, tetapi belum pada sisi pemberdayaan dan partisipasi ekonomi. Ini menegaskan perlunya kebijakan afirmatif dan gender mainstreaming yang lebih kuat dalam perencanaan pembangunan daerah.

Integrasi Pembangunan, SDM, dan Gender

Ketiga laporan BPS tersebut menyiratkan hubungan erat antara pembangunan ekonomi, kualitas SDM, dan keadilan gender. Peningkatan pendidikan perempuan, misalnya, berkontribusi langsung terhadap penurunan kemiskinan dan peningkatan kesehatan keluarga.

Sebaliknya, jika perempuan terpinggirkan dari ekonomi formal, maka produktivitas daerah pun terhambat. Keterpaduan antara dimensi ekonomi dan sosial menjadi kunci untuk membangun Sulsel yang inklusif.

Dalam konteks ini, pembangunan manusia bukan hanya hasil dari kebijakan ekonomi, tetapi juga prasyarat bagi keberlanjutan pertumbuhan itu sendiri.

Guna memperkuat kemajuan pembangunan manusia di tingkat daerah, khususnya di Sulsel, diperlukan langkah strategis yang sejalan dengan arah kebijakan nasional dan daerah.

Setidaknya ada tiga bidang yang dapat diperkuat untuk memastikan pembangunan yang inklusif, tangguh, dan berkeadilan gender.

Pertama, pemerataan kualitas pendidikan dan kesehatan. Upaya pemerataan perlu diarahkan pada penguatan layanan pendidikan menengah dan vokasi di wilayah dengan akses terbatas, program kesehatan berbasis komunitas, khususnya untuk ibu dan anak, integrasi digitalisasi layanan publik untuk menjangkau masyarakat yang terpencil, sejalan dengan UN Digital Inclusion Framework.

Dengan demikian, investasi pada SDM di tingkat daerah bukan hanya urusan sosial, tetapi strategi ekonomi jangka panjang untuk memperkuat produktivitas wilayah.

Kedua, penguatan ekonomi berbasis perempuan. Upaya yang dapat ditempuh melalui pelatihan kewirausahaan perempuan di sektor kreatif, pertanian, dan digital, kemudian adanya skema pembiayaan mikro dan koperasi inklusif yang mendukung kepemilikan aset oleh Perempuan, serta integrasi prinsip gender-responsive budgeting dalam perencanaan pembangunan daerah.

Langkah-langkah ini konsisten dengan UN Women’s Women’s Economic Empowerment Strategy, yang menempatkan pemberdayaan ekonomi perempuan sebagai kunci akselerator pembangunan berkelanjutan.

Ketiga, peningkatan partisipasi perempuan dalam pemerintahan dan sektor strategis. Upaya yang dapat ditempuh melalui kehadiran kebijakan afirmatif yang memastikan keterwakilan perempuan misalnya di lembaga perencanaan dan pengawasan pembangunan.

Selanjutnya, program leadership incubator untuk kader perempuan muda di pemerintahan dan organisasi masyarakat sipil. Selain itu, dapat juga mendorong kemitraan lintas sektor (pemerintah–akademisi–swasta) guna memperluas ruang partisipasi perempuan dalam sektor teknologi, energi, dan inovasi publik.

Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan bukan hanya isu keadilan sosial, tetapi juga faktor penentu efektivitas kebijakan publik dan keberlanjutan pembangunan jangka panjang.

Sulsel telah menunjukkan arah pembangunan yang konsisten menuju keberlanjutan. Dengan fondasi SDM yang semakin kuat dan komitmen terhadap keadilan gender, provinsi ini memiliki peluang besar menjadi model pembangunan inklusif di kawasan timur Indonesia.

Namun, jalan menuju 2030 masih panjang. Keberhasilan sejati bukan hanya ketika angka kemiskinan turun atau IPM naik, melainkan ketika setiap warga—laki-laki maupun perempuan—dapat hidup sehat, berpendidikan, berdaya, dan berkontribusi secara setara bagi masa depan yang berkelanjutan.*

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved