Opini
Perempuan dan Pola Parenting Literasi Digital Keluarga
Di tengah arus revolusi digital yang kian deras, anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang nyaris tak bisa dipisahkan dari layar.
Perempuan bisa menciptakan digital family agreement yang berisi kesepakatan waktu layar (screen time), zona bebas gawai di rumah, hingga aktivitas non-digital bersama keluarga.
Mencari alternatif lain aktivitas yang akan meningkatkan kemampuan inovasi dan psikomotorik anak sehingga secara otomatis mampu meningkatkan daya kerja jiwa dan raga.
4. Fasilitator pembelajaran digital
Di era hybrid learning, ibu bisa menjadi penghubung antara anak dan teknologi pembelajaran, termasuk mengajarkan anak menggunakan alat-alat AI, platform edukatif, dan konten inspiratif yang mendukung perkembangan holistik.
5. Emotional support system
Banyak anak yang mengalami cyberbullying atau tekanan sosial akibat interaksi di dunia maya.
Ibu yang hadir secara emosional bisa menjadi pelindung dan penyembuh luka-luka digital yang tak terlihat.
Sebuah bentuk kekerasan yang tidak nampak secara fisik namun mampu menimbulkan trauma kejiwaan terhadap anak jika tidak segera ditangani.
Sinergi Keluarga
Meski perempuan memiliki peran vital, pendidikan digital anak adalah kerja kolektif.
Ayah sebagai kepala keluarga juga harus terlibat.
Ayah dan ibu perlu hadir sebagai tim yang solid, tidak saling melempar tanggung jawab.
Sementara itu, kakak-adik pun bisa saling menjaga dan berbagi pengetahuan.
Keluarga perlu membangun budaya digital yang sehat dengan komunikasi terbuka, keterlibatan aktif, dan penguatan nilai-nilai luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, serta empati.
Ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila yang relevan untuk membentuk karakter digital bangsa.
Merdeka Digital
Delapan puluh tahun Indonesia merdeka, dan kini bangsa ini menghadapi tantangan baru: kemerdekaan digital.
Kemerdekaan bukan berarti bebas tanpa arah, tetapi berdaulat dalam memilih dan memilah informasi, serta membentuk ruang digital yang sehat dan beradab.
Perempuan, dengan segala kepekaan dan ketangguhannya, adalah benteng pertama sekaligus agen perubahan dalam keluarga.
Merekalah yang mampu menjembatani dunia nyata dan dunia digital anak-anak kita.
Ketika perempuan bergerak, keluarga tercerahkan. Ketika keluarga tercerahkan, bangsa pun berdaulat.
Saatnya perempuan Indonesia melangkah lebih jauh, dari dapur ke ruang digital, dari pengasuh ke pendidik literasi digital.
Karena masa depan bangsa ada di genggaman mereka baik secara harfiah maupun simbolik.(*)
Bottom of Form
| Sumpah Pemuda: Memahat Batu Nisan KNPI!? |
|
|---|
| Semangat Sumpah Pemuda di Era Validasi |
|
|---|
| Soeharto dan Gelar Pahlawan: Antara Jasa dan Luka Bangsa |
|
|---|
| Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual |
|
|---|
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.