Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I

Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional pertama dan MQK Nasional ke-8 dilaksanakan di Asadiyah

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
PENULIS OPINI - Ahmad Arfah Mubasyarah SS MHum, ASN Kemenag Bulukumba/Penggiat Sosial. Dia menulis opini soal MQK Internasional. 

Ahmad Arfah Mubasyarah SS MHum

ASN Kemenag Bulukumba/Penggiat Sosial

MUSABAQAH Qira’atil Kutub (MQK) Internasional pertama dan MQK Nasional ke-8 dilaksanakan di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.

Diikuti delegasi dari 10 negara Asia Tenggara dan 34 provinsi di Indonesia yang mengusung tema, ‘Dari Pesantren untuk Dunia: Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian’ telah berakhir beberapa waktu yang lalu.

MQK Internasional ini dapat menjadi etalase dunia yang menunjukkan kepada masyarakat global tentang tradisi keilmuan di pesantren-pesantren Indonesia.

Menteri Agama RI, KH Nasaruddin Umar berpesan MQK bukan sekadar kompetisi keagamaan, melainkan fondasi untuk melahirkan ulama muda yang siap menawarkan Islam moderat sebagai solusi dunia. 

Kitab turats (Kitab Kuning) yang dibaca di lingkungan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia bukanlah sekadar teks kuno, melainkan bank data peradaban yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan zaman, santri yang mampu menguasai khazanah ini.

Mereka bisa menjadi duta perdamaian sejati dengan nilai-nilai toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), kitab kuning di dunia pesantren mendorong kelimuan ini menjadi laku hidup, sehingga menjadikan pesantren sebagai katalis peradaban yang efektif.

Baca juga: MQK 2025 di Wajo Berakhir Spektakuler, Ribuan Santri Saksikan Pesta Kembang Api

Lebih dari sekadar institusi pendidikan, Pesantren telah memainkan peran vital dalam membentuk karakter bangsa dan melestarikan khazanah keilmuan Islam.

Menghubungkan tradisi dan dinamika zaman, tentunya pesantren dalam memandang tantangan zaman melakukan beragam kontekstualisasi pengetahuan dan pemikiran.

Sehingga membentuk wajah Islam Indonesia yang damai dan inklusif.

Pesantren yang mengajarkan kitab kuning yang merupakan warisan intelektual ulama.

Tradisi membaca dan memahami kitab kuning ini menjadi identitas kuat pesantren, meski Kitab kuning kadang dipandang sebagai pengetahuan klasik semata.

Ada kalanya juga, pendidikan pesantren sendiri kadang dianggap jalan pintas.

Baca juga: Daftar Lengkap Juara MQK Nasional dan Internasional 2025, Indonesia–Malaysia Unggul

Pemikiran ini tidaklah tepat, sebab menjadi santri memerlukan proses dan tempaan yang panjang, pendidikan itu tidak hanya ketika berada di pesantren.

KH Abdurrahman Wahid pernah berpesan, "Akhlak seorang santri tidak terlihat saat masih berada di pesantren, melainkan setelah alumni, sehingga santri dituntut memiliki kesabaran dan kesungguhan dalam menjalani proses itu."

Fakta itu tergambar, saat santri dan masyarakat seringkali meminta pertimbangan Kiai, bukan hanya seputar keagamaan, tapi pandangan politik, situasi ekonomi dan sebagainya.

Tradisi meminta pandangan ini tidak hanya berhenti saat para santri berada di lingkungan pesantren saja, akan tetapi terus dilanjutkan dan dikembangkan sesampai mereka di masyarakat.

Indikator utama yang menjadikan kiai dipercaya masyarakat adalah kredibilitas moral, pelayanan kepada masyarakat, dan kemampuan mempertahankan tatanan sosial.

Pesantren juga mengusung nilai inklusivisme, yang terbukti mampu beradaptasi dengan beragam budaya, tanpa kehilangan jati dirinya.

Sehingga akan terasa janggal jika ada pesantren yang memiliki model yang ekslusif.

Santri adalah simbol keterbukaan. Mereka belajar hidup berdampingan dengan budaya apa pun, sambil tetap menjaga akar tradisinya. Inilah yang menjadikan pesantren relevan dengan tantangan zaman.

Hal ini juga disebabkan pesantren memiliki transmisi pengetahuan khas yang sering disebut dengan sanad atau ijazah.

Sanad dan ijazah sendiri merupakan proses mata rantai keilmuan yang mempunyai ketersambungan dan kejelasan sumbernya. 

Tujuannya tidak lain, guna menjamin keotentikan ilmu tersebut.

Sehingga pemahaman dan pemikiran yang diperoleh para santri dapat dipastikan sesuai dengan pengarang kitab, sampai kepada pendahulu-pendahulunya.

Melalui ikatan geneologi pengetahuan inilah, keilmuan antarpesantren saling berhubungan dan bermuara pada tokoh tokoh besar ulama di Nusantara.

Di pesantren, santri tidak hanya belajar dari kitab, tetapi juga melalui pengalaman hidup bersama dalam komunitas.

Mereka diajarkan untuk hidup sederhana, menghargai ilmu, menghormati guru, dan mengabdi kepada masyarakat, mencintai negara. 

Nilai-nilai ini membentuk karakter yang tangguh, rendah hati, dan bertanggung jawab, karakter yang sangat dibutuhkan untuk membangun peradaban yang bermartabat.

Pesantren dan Moderasi Beragama

Menghadapi tantangan radikalisme dan intoleransi yang mengancam keutuhan bangsa, pesantren berperan sebagai benteng moderasi beragama.

Tradisi keilmuan pesantren yang mengajarkan pemahaman Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).

Pesantren mengajarkan Islam yang moderat, toleran, dan menghargai keberagaman.

Para santri dididik untuk memahami perbedaan sebagai keniscayaan dan bagian dari kekayaan bangsa.

Peran ini sangat penting dalam menjaga kohesi dan harmoni sosial dan persatuan Indonesia yang majemuk.

Dapat disimpulkan, jika pesantren telah membuktikan dirinya sebagai katalis peradaban bangsa melalui berbagai peran strategis yang dimainkannya.

Dari pembentukan karakter, pendidikan, ekonomi, hingga menjaga moderasi beragama, pesantren telah memberikan kontribusi yang tidak ternilai bagi Indonesia.

Di tengah perubahan zaman yang begitu cepat, pesantren tetap menjadi benteng pertahanan nilai-nilai luhur dan pusat pengembangan keilmuan Islam dan mendorong perdamaian.

MQK Internasional Wajo adalah bukti nyata bahwa pesantren tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga terus berinovasi dan berkontribusi positif bagi peradaban umat manusia.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved