Opini
Saatnya Meninjau Ulang Parliamentary Threshold 4 Persen
Mereka mencoblos bukan sekadar kertas, tapi masa depan yang mereka inginkan. Sayangnya, jutaan suara sah tak pernah sampai ke parlemen
Endang Sari
Dosen Ilmu Politik FISIP Unhas
SETIAP pemilu, rakyat datang ke TPS dengan harapan.
Mereka mencoblos bukan sekadar kertas, tapi masa depan yang mereka inginkan.
Sayangnya, jutaan suara sah tak pernah sampai ke parlemen. Suara-suara itu menguap di ambang batas, terbuang dalam sunyi statistik, tak berdaya menghadapi angka yang ditetapkan oleh undang-undang.
Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional.
Pasal ini menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Angka ini tampak sederhana, namun membuat celah di sistem demokrasi kita.
Pada Pemilu 2024, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat sebanyak 17,3 juta suara terbuang dari ketentuan ambang batas parlemen 4 persen.
Total jumlah suara yang terbuang itu berasal dari 10 partai politik (parpol) yang tak lolos ambang batas parlemen. Jumlah tersebut setara dengan 9,47 persen suara nasional yang tidak menghasilkan satu pun kursi di DPR RI.
Angka ini jauh melampaui rata-rata global yang berkisar antara 2 hingga 4 persen, dan menjadi potret buram dari sistem representasi yang gagal mengakomodasi keragaman aspirasi rakyat.
Sistem ini menciptakan ketimpangan yang mencolok.
Bayangkan sebuah partai yang memperoleh 3,9 persen suara nasional.
Partai itu telah bekerja keras, menyapa rakyat, menawarkan gagasan, dan meraih dukungan jutaan jiwa. Namun, karena tak mencapai ambang batas 4 persen, suaranya hilang begitu saja.
Sementara partai lain dengan 4,1 persen suara langsung melenggang ke Senayan.
Universitas Hasanuddin, Menuju Puncak Benua Maritim Indonesia 2026-2030 |
![]() |
---|
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Paradigma SW: Perspektif Sosiologi Pengetahuan Menyambut Munas IV Hidayatullah |
![]() |
---|
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Makassar dan Kewajiban untuk Memanusiakan Kota |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.