Opini
Ketika Pusat Menguat, Daerah Melemah: Wajah Baru Efisiensi Fiskal
Efisiensi fiskal pusat berdampak pada lemahnya daya fiskal daerah. Ketimpangan baru muncul, pembangunan tersendat.
Ketika Pusat Menguat, Daerah Melemah: Wajah Baru Efisiensi Fiskal
Oleh: Dr A Lukman Irwan
Dosen pada Departemen Ilmu Pemerintahan, FISIP UNHAS
TRIBUN-TIMUR.COM - Pemerintah pusat kini gencar menggaungkan semangat efisiensi fiskal dengan memangkas dana transfer ke daerah.
Tujuannya terlihat mulia: menjaga stabilitas anggaran nasional agar belanja negara lebih produktif.
Namun, di balik niat baik itu tersimpan ironi.
Ketika pusat berlari dengan semangat “Indonesia Maju”, banyak daerah justru berjalan terseok karena kehilangan tenaga fiskalnya.
Efisiensi yang semestinya bermakna optimalisasi kini berubah menjadi simbol pengetatan yang membuat daerah kehilangan daya gerak.
Bagi sebagian besar daerah kab/kota & provinsi di Indonesia, dana transfer dari pusat adalah urat nadi pembangunan.
Ia membiayai jalan, rumah sakit, sekolah, hingga program pemberdayaan masyarakat.
Ketika aliran ini tersendat, banyak agenda publik yang akan ikut terhenti.
Maka yang akan muncul bukan efisiensi, melainkan perlambatan: proyek strategis tertunda, pelayanan publik melemah, dan legitimasi pemerintah daerah ikut menurun di mata rakyatnya.
Dalam kajian Ilmu Pemerintahan, kebijakan fiskal tidak sekadar urusan angka dan neraca, tetapi juga persoalan kekuasaan.
Pemotongan dana transfer adalah bentuk penguatan kembali kendali keuangan di tangan pusat yang mana ini ibarat sebuah fenomena recentralization of fiscal power.
Padahal sejak reformasi, Indonesia berkomitmen pada desentralisasi agar daerah punya ruang mengelola kebutuhannya sendiri. Kini, semangat itu seakan memudar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.