Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Anomali Digitalisasi di Tengah Rigiditas Birokrasi

Saya punya pengalaman mengurus Surat Keputusan perpindahan jabatan pelaksana ke jabatan fungsional.

Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
OPINI - Penulis: M Ridwan Radief ASN, Analis Kebijakan Ahli Pertama 

Sungguh ironi, di tengah sesumbar pemerintah terkait pemerintahan berbasis digital yang berorientasi kepada “Agile Governance”, aparatur pemerintah justru terjebak pada model birokrasi yang rigid.

Pola komunikasi berbasis hierarki, prosedural, paternalistik, feodalisme, dan sejumlah patologi birokrasi masih berkembang dan terus dipelihara.

Budaya kerja demikian tentu saja bertentangan dengan praktik digitalisasi.

Menurut Indrajit et.al (2005:5), menggunakan komputer atau teknologi informasi semata di dalam proses pemerintahan belum berarti bahwa konsep e-government telah diterapkan, karena belum tentu kehadiran benda tersebut dapat mengubah kinerja pemerintah.

Memfokuskan diri pada teknologi dalam pengembangan e-government sebuah langkah yang keliru.

Perlu dipahami bahwa teknologi hanyalah merupakan instrumen untuk terciptanya sebuah transformasi peran pemerintah, dari yang bersifat birokrasi,
menjadi sebuah lembaga yang berorientasi proses untuk melayani pelanggannya yang dalam hal ini adalah masyarakat, komunitas bisnis (industri) dan para stakeholder lainnya. 

Teknologi bukan satu-satunya instrumen. Peran manusia sangat penting di dalam mendesain budaya kerja berbasis teknologi.

Bukan sekadar mengganti proses manual ke proses digital melainkan mengubah cara pandang kita agar proses bisnis dan operasional prosedur memiliki rancang bangun yang lincah, kapabel, efektif efisien.

Namun sangat disayangkan, pemerintah gagal menerjemahkan masalah budaya kerja birokrasi ke dalam kebijakan penyetaraan.

Akhirnya, upaya digitalisasi terlecehkan oleh budaya kerja yang kaku.

Perubahan Mindset

Menurut penelitian komprehensif yang dilakukan oleh Mergel dkk., (2019) digitalisasi layanan publik bukan sekadar perpindahan teknologi, melainkan perubahan mendasar pada paradigma tata kelola pemerintahan.

Kompleksitas implementasi AI mencakup aspek teknologi, sumber daya manusia, kebijakan, dan etika yang saling berkelindan, membentuk ekosistem transformasi digital yang rumit.

Tantangan utama terletak pada kemampuan institusi pemerintah untuk merancang strategi terintegrasi yang mampu mengakomodasi perubahan teknologis sambil mempertahankan prinsip-prinsip dasar pelayanan publik seperti akuntabilitas, transparansi, dan keadilan social (Janowski dkk., 2018; World Bank Digital Governance Report, 2021).

Perubahan paradigma tata kelola pemerintahan tidak hanya pada pemanfaatan sistem informasi, lebih dari itu, perubahan paradigma berkaitan dengan mindset aparatur.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved