Refleksi Bola Bundar
Refleksi Bola Bundar: PSM Gagal Mempertahankan Kemenangan
Satu-satunya jalan adalah berkomunikasi dengan para pemain lokal yang dengan komunikasi nonverbal meneruskan kepada tandem legiun asingnya.
Oleh: M Dahlan Abubakar
Penulis Buku “Satu Abad PSM Mengukir Sejarah”
TRIBUN-TIMUR.COM - PSM kembali merenggut poin 1. Dalam laga melawan tuan rumah Persik Kediri di Stadion Brawijaya Kediri, Sabtu (25/10/2025), dalam lanjutan BRI Super League 2025-2026, Pasukan Juku Eja ditahan imbang 1-1 oleh tuan rumah, Persik Kediri. Ini seri kelima yang diukir PSM dalam delapan laga yang sudah dituntaskan. Yang lainnya, sekali menang dan dua kali kalah.
Hasil seri Persik vs PSM itu menempatkan Pasukan Ramang belum mampu terlalu jauh melombat meninggalkan klasemen sementara pada dua digit. Kini berada di peringkat ke-14 dengan poin 8.
PSM sebenarnya unggul lebih dulu 1-0 pada menit ke-53 lewat kaki Alex Garcia yang menerima umpan diagonal dari Ricky Pratama. Keberhasilan PSM ini karena memanfaatkan ‘krisis’ pemain tuan rumah Persik Kediri setelah Novri Setiawan diusir dari lapangan karena terkena kartu merah. Namun, PSM tidak terus meningkatkan serangan memanfaatkan kekurangan satu pemain tim tuan rumah ini.
Alih-alih menciptakan gol tambahan, malah pada menit ke-73, Persik Kediri berhasil memaksa PSM bermain imbang 1-1. Imanol Garcia berhasil menanduk si kulit bundar ke jala PSM yang dikawal Hilman Syah.
Berhasil dipaksa imbang oleh tuan rumah, PSM mencoba meningkatkan serangan. Pada menit-menit terakhir, kerja sama Ricky Pratama dan Jacques Medina cukup apik. Namun penyelesaian akhir tidak membuahkan hasil. Anak-anak “Juku Eja” gagal memanfaatkan keunggulan jumlah pemain.
Membaca beberapa kali PSM dipaksa bermain imbang, kebanyakan PSM berhasil unggul lebih dulu. Kemenangan yang di tangan gagal dipertahankan. Bahkan, berhasil diungguli lawan, ketika PSM mengalami kekalahan atas PSIM Yogyakarta.
Saat PSM berhadapan dengan Arema FC, malah lawan unggul lebih dulu pada menit ke-50. Namun satu menit kemudian, PSM berhasil menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Sayang, gol imbang itu hanya bertahan 4 menit, sebelum dilambung oleh Arema FC yang mengantarnya memenangi laga dengan skor 2-1. Dan, PSM sulit membalik keadaan dengan menggagalkan kemenangan tim lawan.
Melihat grafik permainan PSM ini, ada kesan kurang waspada mempertahankan keunggulan. Yang lebih tragis, justru keunggulan itu dirampas tim lawan dan membuat pertandingan imbang, justru pada saat “injury time”.
Tampaknya, pelatih Ahmad Amiruddin perlu lebih jeli lagi melihat kelemahan anak asuhannya. Menginventarisasi sejumlah kekeliruan mereka dalam pertandingan kemudian mengajak mereka berdiskusi pascalaga mencari solusi terbaik. Persoalannya, kembali kepada masalah komunikasi, bahasa. Para pemain asing rata-rata tidak paham bahasa “PSM”, bahasa Indonesia. Satu-satunya jalan adalah berkomunikasi dengan para pemain lokal yang dengan komunikasi nonverbal meneruskan kepada tandem legiun asingnya.
Komunikasi verbal bisa diatasi dengan komunikasi nonverbal. Kode-kode gestur yang disepakati dalam melakukan suatu eksekusi bola ke teman. Kalau saja tim PSM didukung oleh seluruh anak Makassar, bisa menggunakan bahasa Makassar. Biar pemain lawan dan wasit tidak paham kode-kode yang sedang dipraktikkan anak-anak “Juku Eja”. Ya, sekadar mewariskan ‘ilmu’ dari sang legenda, Ramang!(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.