Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tawuran di Beroangin

3 Bulan Tawuran Tallo Makassar Tak Reda, 2 Tewas dan 18 Rumah Terbakar

Tawuran di Tallo kembali pecah. Dua korban jiwa dan 18 rumah terbakar dalam tiga bulan terakhir.

IST
TAWURAN TALLO - Suasana rumah warga di Kecamatan Tallo, Makassar, hangus terbakar akibat lemparan molotov saat tawuran antar kelompok. Dalam bentrokan yang terjadi Kamis malam hingga Jumat (21/11/2025) dini hari, seorang pelajar SMA berinisial MDJ (16) tewas tertembak senapan angin di dada kiri. Total 18 rumah rusak dan dua korban jiwa dalam tiga bulan terakhir   

Kapolsek Tallo Kompol Syamsuardi mengaku heran.

Ia menyebut tawuran kerap dipicu bunyi petasan yang menjadi “genderang perang”.

Plh Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Muhammad Ridwan menegaskan personel Brimob kembali ditempatkan di titik rawan untuk mencegah bentrok susulan.

Baca juga: Jangan Lagi Ada Provokator

Frustrasi Dorong Tindakan Kriminal

Sosiolog Unhas, Dr. Rahmat Muhammad mengatakan, sejumlah faktor dinilai mendorong kekerasan berulang di kawasan tersebut. Lingkungan sosial yang tidak kondusif membuat kekerasan dianggap sebagai hal biasa. 

Pola pergaulan, kondisi keluarga, dan komunitas tertentu turut menciptakan budaya penyelesaian masalah melalui cara-cara agresif.

Masalah ekonomi juga menjadi pemicu lain.

Terutama kemiskinan, ketidaksetaraan, dan tingginya angka pengangguran yang menimbulkan frustrasi hingga mendorong tindakan kriminal. 

Rendahnya tingkat pendidikan membuat masyarakat kurang memiliki empati dan toleransi, sehingga konflik mudah muncul.

Selain itu, tingginya paparan konten kekerasan di media sosial membentuk perilaku agresif di kalangan anak muda.

Identitas kelompok kemudian memperkuat siklus kekerasan.

Doktrin kesetiaan berlebihan kepada kelompok tertentu memunculkan solidaritas negatif dan rasa dominasi terhadap kelompok lain, sehingga gesekan kerap terjadi.

Kondisi sosial masyarakat yang serba terbatas, mulai dari tidak memiliki pekerjaan, pendidikan rendah, hingga lingkungan yang kurang sehat, semakin membuat warga rentan terseret dalam tindakan destruktif.

Situasi ini diperparah oleh stigma negatif yang dilekatkan kepada suatu wilayah. 

Ketika sebuah daerah terus dicap sebagai kawasan rawan atau “daerah nakal”, generasi mudanya dapat menganggap stigma itu sebagai pembenaran untuk berperilaku menyimpang.(*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved