Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

Frustrasi Dorong Tindakan Kriminal

Sosiolog Unhas menilai tawuran di Tallo dipicu frustrasi sosial, ekonomi, dan budaya agresif.

Polrestabes Makassar
TAWURAN WARGA - Tangkapan layar video saat personel Polrestabes Makassar diserang petasan oleh pelaku tawuran di Jl Tinumbu Lorong 148, Kecamatan Tallo, Makassar, Rabu (19/11/2025) malam. Sosiolog Unhas menilai tawuran di Tallo dipicu frustrasi sosial, ekonomi, dan budaya agresif. 

Analisis Sosiolog

Frustrasi Dorong Tindakan Kriminal

Ringkasan Berita:
  • Tawuran di Pannampu, Kecamatan Tallo, Makassar, Selasa (18/11/2025), menghanguskan 13 rumah warga.
  • Sosiolog Unhas, Dr. Rahmat Muhammad, menilai kekerasan berulang dipicu lingkungan sosial tidak kondusif, kemiskinan, pengangguran, rendahnya pendidikan, hingga paparan konten kekerasan di media sosial. 
  • Stigma negatif wilayah juga memperkuat perilaku menyimpang.

 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tawuran yang kembali terjadi di kawasan Pannampu, Kecamatan Tallo, Makassar, menjadi perhatian serius setelah 13 rumah hangus terbakar di sekitar Pekuburan Beroanging pada Selasa (18/11/2025). 

Insiden ini merupakan rangkaian dari konflik sehari sebelumnya antara kelompok warga Sapiria dan Borta.

Sejumlah faktor dinilai mendorong kekerasan berulang di kawasan tersebut. Lingkungan sosial yang tidak kondusif membuat kekerasan dianggap sebagai hal biasa. 

Pola pergaulan, kondisi keluarga, dan komunitas tertentu turut menciptakan budaya penyelesaian masalah melalui cara-cara agresif.

Masalah ekonomi juga menjadi pemicu lain.

Terutama kemiskinan, ketidaksetaraan, dan tingginya angka pengangguran yang menimbulkan frustrasi hingga mendorong tindakan kriminal. 

Rendahnya tingkat pendidikan membuat masyarakat kurang memiliki empati dan toleransi, sehingga konflik mudah muncul.

Selain itu, tingginya paparan konten kekerasan di media sosial membentuk perilaku agresif di kalangan anak muda.

Baca juga: Jangan Lagi Ada Provokator

Identitas kelompok kemudian memperkuat siklus kekerasan.

Doktrin kesetiaan berlebihan kepada kelompok tertentu memunculkan solidaritas negatif dan rasa dominasi terhadap kelompok lain, sehingga gesekan kerap terjadi.

Kondisi sosial masyarakat yang serba terbatas, mulai dari tidak memiliki pekerjaan, pendidikan rendah, hingga lingkungan yang kurang sehat, semakin membuat warga rentan terseret dalam tindakan destruktif.

Situasi ini diperparah oleh stigma negatif yang dilekatkan kepada suatu wilayah. 

Ketika sebuah daerah terus dicap sebagai kawasan rawan atau “daerah nakal”, generasi mudanya dapat menganggap stigma itu sebagai pembenaran untuk berperilaku menyimpang.(*)

Sosiolog Unhas, Dr. Rahmat Muhammad

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved