Kader Gerindra Mundur dari DPR RI, Komunikolog Unhas: Wujud Hukuman Politik
Ia menilai fenomena yang dialami Saraswati belakangan ini memperlihatkan bahwa panggung politik nasional kian panas dan sensitif.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengunduran diri Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mendapzt respon dari Komunikolog Unhas Dr Hasrullah.
Komunikolog berasal dari kata communication + logos, berarti ahli dalam bidang komunikasi.
Istilah ini digunakan untuk menyebut ilmuwan, peneliti, atau praktisi yang fokus pada kajian ilmu komunikasi.
Dalam beberapa literatur internasional, istilah communicologist lebih sering dipakai.
Communicology adalah kajian tentang proses komunikasi manusia, baik verbal maupun nonverbal, dengan pendekatan fenomenologi, semiotika, hingga retorika.
Seorang komunikolog berarti orang yang menekuni bidang ini: dosen, peneliti, akademisi, atau pakar komunikasi.
Di Indonesia, istilah “komunikolog” kadang dipakai oleh akademisi ilmu komunikasi untuk menegaskan profesi ilmuwan komunikasi (seperti “sosiolog” bagi ahli sosiologi).
Dalam konteks internasional, communicologist sering dipakai dalam konferensi akademik, jurnal komunikasi, dan asosiasi profesional.
Komunikolog Indonesia yang sering meramaikan media mainstream antara lain Effendi Gazali dan Hasrullah. Kedua bersahabat.
Dr Hasrullah yang juga dosen Ilmi Komunikasi di Fisipol Universitas Hasanuddin itu menilai keputusan mundurnya Rahayu Saraswati merupakan bentuk hukuman publik.
Hukuman itu muncul akibat ucapan kontroversial yang sempat viral.
Menurut Hasrullah, persoalan yang menjerat Saraswati bukan hanya soal potongan video terkait istilah “mental kolonial” yang ramai di media sosial.
Tapi juga rangkaian gerak-gerik yang beberapa kali menimbulkan kegaduhan.
“Jadi saya memang kuat dugaan, waktu itu ada protes keras, tapi tidak tertuju ke sana karena ini kan keluarganya Pak Prabowo. Sehingga tidak sempat disorot media. Nah, alasan lain kemudian muncul lagi soal mental kolonial itu," kata Hasrullah kepada Tribun-Timur,com, Kamis, 11 September 2025.
"Sebenarnya ini soal kematangan seorang politisi, apalagi duduk di Senayan. Kematangan berbicara dan tampil di depan publik sangat menentukan,” tambah Hasrullah.
Ia menilai fenomena yang dialami Saraswati belakangan ini memperlihatkan bahwa panggung politik nasional kian panas dan sensitif.
Publik, kata Hasrullah, kini menjadi hakim yang lebih tegas dibanding lembaga formal.
| PT Hadji Kalla Klaim Lahan 16,4 Hektare di Tanjung Bunga, Ini Respon GMTD |
|
|---|
| Bukan Sekadar Musik, Rock in Celebes 2025 Hadir sebagai Festival Ramah Lingkungan |
|
|---|
| Kalla Toyota Target 400 Unit SPK di GIIAS 2025 Makassar |
|
|---|
| 'AI Tidak Bisa Benar 100 Persen, Kita Pengendalinya' |
|
|---|
| Pembatasan HP Siswa Dinilai Ketinggalan Zaman, Dewan Pendidikan Desak Disdik Peninjauan Ulang |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.