Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Citizen Report

'AI Tidak Bisa Benar 100 Persen, Kita Pengendalinya'

AI Warrior Camp yang digelar Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Makassar bekerja sama Google News Initiative.

|
Penulis: CitizenReporter | Editor: Edi Sumardi
CITIZEN REPORTER/ANDI FAUZIAH ASTRID
BAHAS AI - Sesi pemaparan materi dalam AI Warrior Camp yang digelar Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Korwil Makassar bekerja sama dengan Google News Initiative, di kampus UIN Alauddin Makassar di Gowa, Sulsel pada Kamis (30/10/2025). Mahasiswa diminta lebih bijak dalam menggunakan AI. 

Ringkasan Berita:Di balik kecanggihan AI yang mampu menjawab soal setingkat S3, tersembunyi risiko besar seperti manipulasi visual (deepfake) dan penyebaran hoaks.
 
Kita tidak hanya dituntut tahu cara memakai AI, tapi juga harus tahu kapan, untuk apa, dan sejauh mana penggunaannya etis.
 
Mafindo dan Google berharap mahasiswa sebagai generasi penerus dapat menggunakan kekuatan AI dengan etika dan moralitas yang tinggi, sehingga kecerdasan buatan benar-benar menjadi kompas yang memandu, bukan menyesatkan.

 

Andi Fauziah Astrid 

Ketua Korwil Mafindo Makassar

Melaporkan dari Makassar, Sulsel

KECERDASAN buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini bukan lagi fiksi, melainkan kompas baru dalam dunia pengetahuan.

Namun, bagaimana menggunakannya secara etis dan bertanggung jawab?

Pertanyaan ini mengemuka dalam kegiatan AI Warrior Camp yang digelar Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Korwil Makassar bekerja sama dengan Google News Initiative.

Acara yang berlangsung di kampus UIN Alauddin Makassar di Gowa, Sulsel pada Kamis (30/10/2025) ini, diikuti 50 mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Muannas, trainer pertama, membuka sesi dengan lugas, menekankan bahwa AI hanyalah alat yang sepenuhnya bergantung pada pengguna.

“AI tidak bisa benar seratus persen. Kitalah pengendalinya,” ujarnya.

Muannas mengingatkan para peserta bahwa di balik kecanggihan AI yang mampu menjawab soal setingkat S3, tersembunyi risiko besar seperti manipulasi visual (deepfake) dan penyebaran hoaks.

Karena itu, ia mendorong mahasiswa untuk selalu bersikap skeptis, cerdas, dan etis terhadap setiap informasi yang dihasilkan AI.

“Skeptis itu cerdas. AI itu alat bantu, bukan penentu kebenaran,” katanya, sambil mengajarkan teknik-teknik literasi kritis untuk menelusuri sumber dan memeriksa kejanggalan digital.

Sesi berikutnya yang dipimpin Nurfadillah berfokus pada pemanfaatan AI untuk pembelajaran akademik secara produktif dan bertanggung jawab. Ia menyebut mahasiswa kini berada di “era prompt”, di mana kemampuan menulis instruksi cerdas (prompt) menjadi keterampilan kunci.

“Kita tidak hanya dituntut tahu cara memakai AI, tapi juga harus tahu kapan, untuk apa, dan sejauh mana penggunaannya etis,” ujar Nurfadillah.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved