Ada 34 Kasus Kekerasan Seksual di Luwu Januari-September 2025, Mayoritas Korban di Bawah Umur
Sepanjang 2024 tercatat ada 63 kasus kekerasan seksual di Luwu. Adapun Januari hingga September 2025 ada 34 kasus serupa.
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Sakinah Sudin
TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU – Kasus kekerasan seksual masih tinggi di Luwu Sulawesi Selatan (Sulsel) masih tinggi.
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Kepolisian Resor (Polres) Luwu Iptu Yakobus Rimpung mengatakan, sepanjang 2024 tercatat ada 63 kasus kekerasan seksual.
Masing-masing 25 kasus persetubuhan terhadap anak, 23 perbuatan cabul, enam rudapaksa, lima membawa lari anak perempuan.
"Ditambah dua kasus mucikari, satu kasus percobaan rudapaksa, dan satu kasus pembunuhan disertai rudapaksa," ujar Iptu Yakobus Rimpung kepada Tribun-Timur.com, Rabu (10/9/2025).
Adapun Januari hingga September 2025, Polres Luwu sudah menangani 34 kasus serupa.
Angka tertinggi masih pada persetubuhan anak dengan 18 kasus.
Disusul perbuatan cabul delapan kasus, rudapaksa tiga kasus, membawa lari anak perempuan empat kasus, serta satu kasus percobaan rudapaksa.
“Kasus yang melibatkan anak sebagai korban masih mendominasi laporan yang masuk,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Luwu, St Hidayah Mande, menekankan pentingnya upaya pencegahan bersama dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menurutnya, angka kasus yang terungkap di kepolisian hanya menjadi gambaran situasi di lapangan.
Yang utama, kata Hidayah, bagaimana semua pihak berkomitmen melakukan pencegahan secara berkelanjutan.
“DP3A tidak mungkin bekerja sendiri tanpa dukungan lintas sektor dan masyarakat,” tegas Hidayah.
Semisal keterlibatan Kemenag, sebagai penyuluh agama di setiap kecamatan.
Kehadirannya dapat berperan memberikan edukasi lewat pendekatan agama.
Hidayah Mande mengatakan, materinya bisa mencakup parenting, pola pengasuhan di era digital, hingga pencegahan kekerasan seksual.
“Kemajuan daerah sangat bergantung pada kualitas SDM. Jika anak-anak kita menjadi korban kekerasan, mereka bisa putus sekolah dan kehilangan masa depan,” jelasnya.
Karena itu, ia menegaskan perlunya gerakan pencegahan yang masif dengan melibatkan semua stakeholder terkait.
Dari pengalamannya, Hidayah mengungkapkan pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan umumnya adalah orang dekat korban.
Faktor lain yang memicu kasus ini antara lain rendahnya pendidikan, kondisi ekonomi, pergaulan bebas, kurangnya perhatian orang tua.
Hingga pengaruh gawai yang membuka akses pada konten tidak layak.
“Kalau tidak ada pengawasan, anak bisa terpapar hal-hal yang seharusnya belum mereka lihat,” imbuhnya.
Kasus Kekerasan Seksual di Luwu Tahun 2024:
• Rudapaksa 6 kasus
• Perbuatan cabul 23 kasus
• Setubuhi anak 25 kasus
• Bawa lari anak perempuan 5 kasus
• Percobaan rudapaksa 1 kasus
• Mucikari 2 kasus
• Pembunuhan disertai rudapaksa 1 kasus
Kasus Kekerasan Seksual di Luwu Januari-September Tahun 2025
• Rudapaksa 3 kasus
• Perbuatan cabul 8 kasus
• Setububi anak 18 kasus
• Bawa lari anak perempuan 4 kasus
• Percobaan rudapaksa 1 kasus. (*)
Golkar Gas Full Dukung Hak Angket CPI, Aset Pemprov 12,1 Hektar Senilai Rp2,4 Triliun |
![]() |
---|
Wansus: Alasan Pendemo Gugat Polda Sulsel Rp800 M |
![]() |
---|
Jemput Gubernur Sulteng di Sorowako, Bupati Lutim Hadiri First Cut Ceremony Proyek BB1 PT Vale |
![]() |
---|
Pendemo Gugat Polda Sulsel Rp800 Miliar |
![]() |
---|
Gara-gara Anca, 2 Rumah Terbakar di Bone Sulsel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.