Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pembelaan Faisal Tanjung Pelapor Guru di Luwu Utara: Di Mana Letak Salah Saya?

Laporan itu membuat mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Bendahara Komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.

|
Penulis: Andi Bunayya Nandini | Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
FAISAL TANJUNG - Faisal Tanjung, Ketua Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI) yang melaporkan dua guru di Luwu Utara terkait dugaan pungli. Ia mengaku laporan dibuat atas keluhan siswa SMAN 1 Luwu Utara terkait dana komite tersebut. (sumber: Faisal Tanjung) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Faisal Tanjung ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pelapor dua guru honorer akhirnyua muncul.

Faisal Yanjung ungkap alasan dibalik laporan terhadap dua guru di Luwu Utara terkait dugaan pungutan liar (pungli).

Kasus ini bermula dari polemik dana komite di SMAN 1 Luwu Utara.

Saat itu, pihak sekolah meminta sumbangan sukarela sebesar Rp20 ribu per bulan dari orangtua siswa untuk membantu pembayaran insentif guru honorer.

Salah satu LSM melaporkan adanya dugaan pungli dalam pengelolaan dana tersebut.

Laporan itu membuat mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan Bendahara Komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.

Keduanya sempat menjalani masa tahanan di Rutan Masamba dan menerima Surat Keputusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulsel.

Keputusan pemberhentian tersebut memicu reaksi keras dari kalangan guru.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara menggelar unjuk rasa menuntut keadilan bagi kedua rekan mereka yang dianggap menjadi korban kebijakan tidak proporsional.

Pada Rabu (12/11/2025), Abdul Muis dan Rasnal bersama perwakilan PGRI Luwu Utara mengadukan nasib mereka ke DPRD Sulsel.

Setelah itu, mereka berangkat ke Jakarta untuk bertemu Presiden Prabowo Subianto.

Presiden kemudian menandatangani surat rehabilitasi yang sekaligus membatalkan keputusan PTDH terhadap keduanya.

Usai keputusan tersebut, LSM yang melaporkan kasus pungli itu ramai diperbincangkan di media sosial.

Ia diketahui bernama Faisal Tanjung, Ketua Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI) saat laporan dibuat.

Faisal menjelaskan laporannya bermula dari informasi seorang siswa SMAN 1 Luwu Utara bernama Feri, yang menceritakan adanya pungli di sekolahnya.

Selain itu, Faisal juga mendapat bukti pesan dari salah seorang guru yang meminta siswanya menuntaskan pembayaran dana komite sebelum pembagian raport.

"Ada pesan di grup kelas XII Mipa 1 waktu itu. Gurunya mengingatkan siswa untuk bayar komite sebelum pembagian raport, dan di chat itu gurunya seolah menyatakan pembagian raport tidak berjalan lancar jika dana komit tidak dibayar,"ujar Faisal Tanjung kepada Tribun-Timur.com, Jumat (14/11/2025).

Karena alasan itu, Faisal Tanjung medatangi kediaman bendahara komite sekolah.

“Saya datangi Pak Muis untuk menanyakan hal itu. Dia bilang itu sumbangan, bukan pungutan. Saya tanya, kalau sumbangan kenapa dipatok Rp20 ribu per siswa? Dia jawab itu hasil kesepakatan orang tua,” jelasnya.

“Setahu saya, sumbangan itu diperbolehkan, tapi dalam bentuk barang, bukan uang dengan nominal tertentu,” lanjutnya.

Faisal mengaku sudah berupaya mengklarifikasi dengan baik, namun menurutnya respons yang diterima justru menantang.

“Saya datang baik-baik ke rumah Pak Muis untuk klarifikasi, tapi malah ditantang. Dia bilang, kalau merasa ada pelanggaran silakan laporkan ke polisi, jadi saya buat laporan,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan mengapa dirinya disalahkan setelah proses hukum berjalan.

“Saya melapor berdasarkan informasi yang saya dapat. Kalau akhirnya terbukti bersalah di pengadilan, berarti laporan saya tidak salah. Tapi kenapa saya yang disalahkan?” katanya.

Faisal menegaskan tidak ada kepentingan pribadi maupun imbalan dari laporan tersebut.

“Dari proses di pengadilan sampai di provinsi itu tidak ada kaitannya dengan saya. Tapi yang beredar, saya disebut disogok, padahal itu tidak benar sama sekali,” ujarnya.

Ia mengaku kecewa karena merasa dijadikan kambing hitam.

“Di mana letak salah saya? Seakan saya dikambinghitamkan untuk menarik simpati. Siapa yang harus bertanggung jawab?” tutupnya.

Pencarian nama Faisal Tanjung di Facebook masuk populer.

Penelusuran Tribun, akun Faisal Tanjung terakhir menggungah tulisan Menelisik Praktik Pungutan Uang Komite di Sekolah.

Berikut tulisan lengkap Faisal Tanjung diunggah enam hari lalu, terhitung sejak Jumat (14/11/2025).

Menelisik Praktik Pungutan Uang Komite di Sekolah.

Isu mengenai pungutan uang komite di sekolah negeri, di salah satu sekolah di luwu utara terus menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Dalam banyak kasus, pungutan ini kerap dibungkus dengan istilah “kesepakatan bersama”, padahal di lapangan seringkali muncul pertanyaan mendasar terkait transparansi, keadilan, dan legalitasnya. Kasus serupa terjadi di beberapa sekolah, di mana praktik pengumpulan dana berlangsung bertahun-tahun tanpa evaluasi yang jelas.

1. selama empat tahun berturut-turut, para orang tua murid diwajibkan membayar iuran komite sebesar Rp30.000-Rp20.000 per bulan. Jika dihitung secara keseluruhan, jumlahnya tentu mencapai angka yang cukup besar. Namun hingga kini, tidak pernah ada evaluasi terbuka dari pihak guru maupun komite sekolah mengenai besaran dana yang telah terkumpul dan bagaimana dana tersebut digunakan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar tentang tanggung jawab dan transparansi pengelolaannya.

2. dalam rentang waktu tahun 2018 hingga 2021 pada saat itu, pandemi COVID-19 menyebabkan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah dihentikan. Dalam situasi di mana aktivitas sekolah berkurang drastis, pertanyaan logis muncul: mengapa iuran komite tetap diberlakukan, padahal sebagian besar kegiatan operasional tidak berjalan seperti biasa? Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pungutan tidak disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.

3. pemerintah sebenarnya telah memberikan solusi melalui kebijakan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selama masa pandemi, hingga 50 persen dari dana BOS diperbolehkan digunakan untuk membayar honor guru non-PNS yang terdaftar dalam sistem Dapodik. Seharusnya itu yang di bagi 2 Dengan guru honorer yang tidak terdaftar di dapodik tanpa harus melakukan pungutan tambahan kepada orang tua siswa.

4. hingga saat ini, belum pernah ada laporan resmi yang menjelaskan secara rinci bagaimana dana komite dikelola. Tidak ada publikasi terbuka mengenai jumlah dana yang terkumpul, kegiatan yang dibiayai, kalaupun untuk keperluar honorer itu berapa yang di berikan

5. jika memang dana komite untuk di berika kepada guru honorer, seharusnya pembiayaan tersebut potongan dari gaji guru ASN atau dana BOS bagi guru honorer yang terdaftar resmi di Dapodik. Pemungutan dari orang tua siswa tanpa dasar hukum yang jelas justru dapat dikategorikan sebagai pungutan tidak sah dan memberatkan masyarakat.

6. legitimasi keputusan pungutan uang komite juga patut dipertanyakan. keputusan tersebut diambil melalui rapat yang hanya dihadiri sekitar 40?ri total orang tua siswa. Dengan tingkat partisipasi yang rendah, keputusan tersebut tidak dapat dikatakan mewakili aspirasi seluruh orang tua, sehingga dasar “kesepakatan bersama” menjadi lemah secara moral maupun administratif.

7. praktik pemaksaan terhadap siswa yang belum melunasi iuran, misalnya dengan menahan rapor, merupakan bentuk pelanggaran hak dasar peserta didik. Tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip nondiskriminatif dalam sistem pendidikan nasional dan dapat berdampak buruk terhadap psikologis siswa maupun citra sekolah sebagai lembaga pembelajaran.

8. Apa yang di lakukan 2 bapak guru itu terbentur dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, kemudian Pasal 3 UU Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor kenapa tetap saja di belah.
DARI TULIS INI SAYA HANYA MENGUTARAKAN APA YANG SAYA KETUI.
SEHARUSNYA HAL YANG DIPERTANYAKAN BUKAN SERANG SANA SINI.

Itulah unggahan terakhir akun facebok Faisal Tanjung, hingga akhirnya jadi sorotan.

Unggahan itu diserang netizen.

Awalnya akun Faisal Tanjung komentari postingannya sendiri.

Yang Vonis Siapa ???????
Yang Periksa Siapa ??????
Yang Berhentiin Siapa ?????
Yang di hakimi kenada dia.!!!!!!
  
Arzad Idhun:Faisal Tanjung yang bikin status siapa kanda?
  
Umrah Bachrun: Faisal Tanjung hasad tempatnya neraka
 
Nurul Febriyanti:Faisal Tanjung apa murasa2 kak skrg ndd ketat Ketir jaki ga mknyaaa jgn zolimiii org      
 
Sumardin Syamsuddin:Faisal Tanjung sudah mulai playing victim...biang kerok

Yundini Mattalunru: Faisal Tanjung yang melapor siapa?
 
Rush Boogie: Faisal Tanjung kok ga dibalas komentarnya orang2,,,malu kah???

Kalau pintar jangan merasa paling pintar,,,berpikir dan pertimbangkan segala tindakan jangan main to the point tapi malah ke makan perbuatan sendiri
 
Ilham Said: Mulai gelisah, setelah putusan presiden. Tunggu karma dan sangsi sosialnya
 
Yusril Ihza: Gubernur Sulsel Wajib Aktifkan Kembali Rasnal dan Abdul Muis Guru Lutra yang Dipecat

Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada dua guru Aparatur Sipil Negara (ASN) SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rasnal dan Abdul Muis.

Langkah ini diambil menyusul vonis Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan hukuman penjara satu tahun kepada keduanya, meskipun putusan pengadilan tingkat pertama menyatakan mereka bebas murni (vrijspraak).

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, di Jakarta, Kamis (3/11/2025), mengungkapkan Presiden Prabowo merasa hukuman yang dijatuhkan kepada dua guru tersebut tidak wajar.

Rasnal dan Abdul Muis tersandung masalah hukum setelah menggalang sumbangan sukarela sebesar Rp 20.000 dari orang tua siswa untuk membantu gaji guru honorer.

Kasus ini dipersoalkan karena alur hukum yang kontroversial. 

Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menyatakan kedua guru tersebut tidak bersalah dan membebaskan mereka dari segala tuntutan. 

Namun, jaksa mengajukan kasasi, dan MA justru menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun (untuk Rasnal) dan 1 tahun 2 bulan (untuk Abdul Muis) serta denda Rp 50 juta.

Putusan kasasi MA Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 untuk Rasnal dan putusan dengan nomor yang sama untuk Abdul Muis, tertanggal 23 Oktober 2023, membuat status kepegawaian mereka terancam.

Sesuai Undang-Undang tentang Kepegawaian, ASN yang telah dipidana dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) wajib diberhentikan dengan tidak hormat.

Yusril menyayangkan putusan MA tersebut.

Menurutnya, jika ia berada di posisi hakim, ia akan menyatakan ontslag van rechtsvervolging—perbuatan memang ada, tetapi bukan merupakan tindak pidana.

"Dijalani penjaranya, tapi begitu ada putusan inkrah, nah berlakulah Undang-Undang tentang Kepegawaian. Jadi, Undang-Undang Pegawai Negeri itu menyatakan bahwa PNS, ASN yang dipidana itu diberhentikan dengan tidak hormat," jelas Yusril.

Meski demikian, Presiden Prabowo memutuskan untuk memberikan rehabilitasi.

Yusril menegaskan bahwa rehabilitasi ini bukan merehabilitasi tindak pidana yang telah diputuskan MA, melainkan yang direhabilitasi adalah statusnya sebagai pegawai negeri.

"Pertimbangan MA sudah diberikan atas permintaan Presiden sesuai norma Pasal 14 UUD 45 dan disebutkan dalam konsideran mengingat Keppres tentang Rehabilitasi tersebut," kata Yusril.

Konsekuensi hukumnya, keputusan ini wajib dilaksanakan oleh pihak terkait.

Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman yang berdasarkan UU ASN wajib memberhentikan keduanya, kini justru wajib mengaktifkan kembali kedua guru ASN tersebut dalam jabatan semula.

"Dengan adanya rehabilitasi oleh Presiden, maka Gubernur Sulsel wajib mengaktifkan kembali kedua guru ASN tersebut dalam jabatannya semula," kata Yusril.

Rehabilitasi oleh Presiden adalah hak prerogatif yang dapat diberikan meskipun terpidana telah selesai menjalani pidana. 

Presiden tidak perlu menunggu MA mengadili kembali perkara tersebut melalui upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

"MA tidak perlu mengadili kembali kedua PNS yang diberi rehabilitasi oleh Presiden Prabowo tersebut. Putusan MA tidak batal karena adanya rehabilitasi. Lain halnya kalau kedua PNS itu mengajukan PK, maka MA wajib mengadili kembali perkara tersebut," tutur Yusril.

Dia mencontohkan Presiden BJ Habibie yang pernah memberikan rehabilitasi kepada Alm. Letjen TNI Purn H.R. Dharsono dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada anggota GAM Aceh. 

Langkah Presiden Prabowo ini menegaskan upaya pemulihan nama baik dan status kepegawaian yang dianggap telah dirampas secara tidak adil.

Pemprov Tunggu Surat KemenPAN RB

Pemprov Sulsel menunggu surat resmi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) untuk memulihkan status Abdul Muis dan Rasnal.

Sekretaris Daerah Sulsel, Jufri Rahman, mengatakan langkah administratif tengah ditempuh agar keputusan presiden itu bisa segera ditindaklanjuti.

“Karena mereka sudah terlanjur diberhentikan, kami butuh surat resmi dari KemenPAN-RB sebagai dasar penerbitan SK Gubernur pembatalan pemberhentian,” kata Jufri Rahman di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (13/11/2025).

Jufri menambahkan, dirinya telah berkoordinasi langsung dengan Menteri PAN-RB, Rini Widyantini, serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif Fakhrulloh.

“Kami juga memerlukan pembatalan pertimbangan teknis (pertek) dari BKN agar menjadi dasar hukum bagi Gubernur menerbitkan SK pembatalan,” ujarnya.

Menurut Jufri, hasil pembicaraan dengan kedua lembaga tersebut sudah diteruskan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel untuk ditindaklanjuti.

Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan apresiasi atas keputusan Presiden Prabowo yang memberikan rehabilitasi kepada kedua guru tersebut.

“Alhamdulillah, Presiden Prabowo menggunakan hak rehabilitasi untuk memulihkan hak kepegawaian dan martabat dua guru kita,” kata Andi Sudirman dalam keterangannya di media sosial.

Ia juga berterima kasih kepada seluruh pihak, termasuk DPRD Sulsel dan DPR RI, yang turut membantu upaya pemulihan tersebut.

Abdul Muis dan Rasnal dijatuhi sanksi pemberhentian tidak hormat atau pemecatan setelah putusan Mahkamah Agung menyatakan keduanya bersalah karena memungut Rp20.000 per bulan dari siswa untuk membayar gaji guru honorer.

Padahal, pungutan tersebut merupakan hasil kesepakatan rapat komite sekolah dan bersifat sukarela.

Kasus ini bermula ketika LSM melaporkan adanya adanya pungutan liar (pungli) di SMA Negeri 1 Luwu Utara tahun 2019. 

Keduanya dikenai pasal tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana non-BOS.

Pengadilan Negeri Masamba memutus keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara (durasi bervariasi sekitar 1 tahun lebih) tahun 2021 lalu. 

Mahkamah Agung (MA) melalui nomor keputusan 4265 K/Pid.Sus/2023 menolak kasasi keduanya dan memperkuat putusan pidana sebelumnya.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Pendidikan Sulsel mengeluarkan SK Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) bagi kedua guru tersebut.

Kuasa hukum dan perwakilan DPRD Sulsel mengirimkan surat pengaduan ke Istana Presiden dan Kementerian PAN-RB.

Pada tanggal 12 November 2025, Presiden Prabowo Subianto melalui Sekretariat Negara menerbitkan surat rehabilitasi resmi terhadap Rasnal dan Abdul Muis.(*)

Laporan Wartawan Kontributor Tribun-Timur: Andi Bunayya Nandini

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved