Keempat ada nama Andi Muhammad Anwar Purnomo.
Anwar adalah putra Bupati Bulukumba periode 2016-2021 Andi Sukri Sappewali.
Saat Anwar terpilih anggota DPRD Sulsel di Pemilu 2019 lalu, ayahnya masih menjabat Bupati Bulukumba.
Anwar berduka setelah ditinggal sang ayah, Andi Sukri Sappewali pada Sabtu 22 Oktober 2022 lalu.
Anwar Purnomo tidak lagi didampingi sang ayah bertarung Pemilu 2024 mendatang.
Mampukah Anwar Purnomo lolos kembali anggota DPRD Sulsel dan membuktikan bisa lepas dari bayang-bayang ayah?
Kelima ada nama Fadel Achmad, anggota DPRD Takalar periode 2019-2024 Fraksi Partai Nasdem.
Fadel Achmad adalah putra Wakil Bupati Takalar periode 2017-2022 Achmad Dg Se're.
Ia juga adalah cucu mantan Bupati Takalar Ibrahim Rewa.
Fadel menang Pemilu 2019 saat ayahnya menjabat Wakil Bupati Takalar.
Adapun nama-nama generasi kedua kepala daerah yang kalah pemilu 2019 antara lain Arham Basmin.
Arham Basmin adalah putra Bupati Luwu Basmin Mattayang.
Ia sempat mencoba peruntungan maju caleg DPRD Sulsel pada Pemilu 2019 lalu melalui Partai Nasdem.
Bertarung di Dapil Makassar, Arham Basmin gagal lolos.
Kedua ada nama putra Gubernur Sulsel periode 2018-2021, Nurdin Abdullah.
Putra Nurdin Abdullah, yakni Muhammad Fathul Fauzi Nurdin Abdullah yang gagal duduk sebagai legislator DPRD Sulsel.
Meski meraih suara pribadi cukup tinggi sebanyak 16.843 di Dapil IV DPRD Sulsel, caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI), ini tetap tak terpilih.
PSI hanya mendapatkan total akumulasi 20.049 suara.
Kursi terakhir diambil Partai Amanat Nasional (PAN) dengan akumulasi suara 24.586.
Putri Wali Kota Danny Pomanto, Aura Imandara, juga sempat mencoba peruntungan maju caleg DPR RI pada Pemilu 2019 lalu.
Hasil pemilu 2019, Aura Imandara rupanya tersingkir dari persaingan di Dapil I Sulsel melalui Partai Nasdem.
Aura Imandara kalah bersaing melawan Rapsel Ali, kakak kandung Bupati Selayar Muh Basli Ali sekaligus menantu Wakil Presiden KH Maruf Amin.
Pengamat: Ada Keistimewaan Berbeda
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Makassar Andi Luhur Prianto menilai, status “putra mahkota” atau putra kepala daerah memberi privilege atau keistimewaan yang berbeda.
Luhur menilai, para putra kepala daerah itu bisa memiliki akses dan lingkungan politik yang berbeda dengan calon yang berlatar belakang biologis lainnya.
Privilege yang dimiliki antara lain kemudahan akses untuk mobilisasi sumberdaya kekuasaan.
“Mereka bisa mengintegrasikan kegiatan-kegiatan bersifat soft-campaign dengan program-program pemerintah daerah. Beberapa putra kepala daerah ini malah telah memiliki otoritas informal untuk terlibat mengatur tata pemerintahan daerah,” kata Luhur saat dihubungi Selasa (25/4/2023).
Keistimewaan yang lain, kata Luhur, adalah lingkungan politik yang terbentuk terbentuk, akan memudahkan penerimaan dukungan.
Mereka sudah terbiasa membangun komunikasi politik sejak di lingkungan keluarga.
Tetapi, Akan tetapi Luhur menilai, tidak secara otomatis para putra kepala daerah ini bisa sukses.
Luhur mencontohkan pengamalan sejumlah putra kepala daerah saat bertarung pemilu atau Pilkada sebelumnya.
Beberapa putra mahkota ini gagal melanjutkan trah keluarganya.
Seperti Ashari Fakhsirie Radjamilo putra mantan Bupati Jeneponto, Natsir Ibrahim putra mantan Bupati Takalar, Irsan Galigo putra mantan Bupati Bone.
Mereka kalah saat bertarung pilkada serentak.
“Artinya tidak semua eksperimen politik putra kepala daerah ini bisa sukses. Ada juga kegagalan,” kata Luhur.
Luhur mengatakan, untuk situasi Pemilu dan pilkada 2024 juga berbeda.
Beberapa kepala daerah ini akan berakhir masa jabatannya sebelum pemilu legislatif dan pilkada serentak 2024.
Mereka tidak lagi di posisi sedang menjabat ketika Pemilu legislatif dan Pilkada 2024 berlangsung.
“Kekuatan utama di mobilisasi birokrasi dan program-program pemerintah daerah yang bersifat transaksional tidak lagi bisa diandalkan. Modal politik biologis saja tidak cukup. Semua kembali pada determinasi oligarki politik yang mendukungnya,” kata Luhur.