Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

‎Festival Tani Polongbangkeng Takalar: 47 Tahun Melawan Perampasan Lahan dan Pelanggaran HAM

‎Festival Tani diikuti sekitar 250 petani dari tujuh desa di dua kecamatan di Kabupaten Takalar, Sulsel.

Penulis: Makmur | Editor: Alfian
Istimewa/GRAMT
‎ FESTIVAL TANI - Petani Polongbangkeng bersama Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT) menggelar Festival Tani selama dua hari, 18-19 Agustus, di Kelurahan Parang Luara, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Takalar.  

TRIBUN-TIMUR.COM, TAKALAR - Petani Polongbangkeng bersama Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT) menggelar Festival Tani selama dua hari, 18-19 Agustus, di Kelurahan Parang Luara, Takalar.

Acara ini memperingati 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia sekaligus menyoroti perjuangan panjang petani melawan perampasan lahan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

‎Festival Tani diikuti sekitar 250 petani dari tujuh desa di dua kecamatan di Kabupaten Takalar.

Tema yang diusung adalah “47 Tahun Suara Korban Pelanggaran HAM: Dari Ladang ke Ingatan, Suara yang Tak Pernah Padam.”

‎Tema tersebut mencerminkan perjalanan panjang petani Polongbangkeng yang menghadapi represi sejak masuknya PTPN I Regional 8 di daerah ini pada akhir 1970-an.

‎Menurut para petani, penyerahan lahan kepada perkebunan tebu perusahaan negara dilakukan secara paksa.

‎Proses pengambilalihan lahan itu dulu berlangsung dengan tekanan dan kekerasan dari aparat kepolisian dan TNI. 

‎Banyak petani mengalami kriminalisasi, intimidasi, bahkan trauma berkepanjangan akibat tindakan represif tersebut.

Baca juga: Petani Polongbangkeng Geruduk DPRD Takalar, Protes Ribuan Hektar Tanah Tak Dikembalikan PTPN 

‎Mereka terpaksa melepas lahan tanpa ganti rugi yang adil. Janji pengembalian tanah setelah kontrak selesai pun tak pernah terealisasi hingga hari ini.

‎Sejak 1978 hingga 1990-an, perjuangan petani Polongbangkeng terus berlanjut. Mereka berupaya mempertahankan hak atas tanah yang menjadi sumber hidup dan identitas komunitas mereka.

‎Festival Tani bukan sekadar peringatan. Acara ini menjadi wadah memperkuat ingatan kolektif atas pelanggaran HAM yang dialami petani dan sekaligus merayakan semangat perlawanan yang tak padam.

‎Berbagai kegiatan digelar, seperti lomba, seni pertunjukan, pameran arsip sejarah, dan diskusi publik.

Semua ini bertujuan menghidupkan kembali suara-suara korban yang sering dibungkam oleh kekuasaan.

‎Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar, termasuk Bupati, DPRD, dan Kantah ATR/BPN, diundang dalam acara ini, namun tidak hadir. 

‎Ketidakhadiran mereka dinilai para petani sebagai indikasi minimnya itikad pemerintah menyelesaikan konflik agraria yang sudah lama terjadi.

‎Muzdalifah Jamal, perwakilan GRAMT, menegaskan bahwa perjuangan petani tidak hanya soal lahan, tetapi juga keadilan dan penghormatan hak asasi.

‎ “Dengan tanah, petani menanam harapan dan masa depan anak cucu mereka,” ujarnya.

‎Momentum 80 tahun kemerdekaan RI seharusnya menjadi refleksi atas kegagalan negara memenuhi hak warga, termasuk hak atas tanah.

‎Petani Polongbangkeng masih menunggu pengakuan dan penyelesaian atas konflik yang menggerogoti kehidupan mereka.

‎Salah satu petani, Dg. Serang, menceritakan penderitaan keluarganya akibat kehilangan lahan.

‎“Kami dijanjikan pengembalian tanah setelah 25 tahun, tapi sampai sekarang belum dikembalikan. Kehilangan tanah membuat hidup kami makin sulit,” ujarnya.

‎HGU PTPN di Takalar seluas 6.650 hektar telah habis masa berlakunya sejak Juli 2024. Ini membuka peluang bagi petani untuk merebut kembali tanahnya, namun prosesnya masih berjalan lambat dan penuh tantangan.

‎Festival Tani menjadi simbol perlawanan dan pengingat bahwa tanpa keadilan bagi petani dan korban pelanggaran HAM, kemerdekaan Indonesia belum sepenuhnya terwujud.

‎Suara petani Polongbangkeng dan korban pelanggaran HAM lain di Indonesia bertemu dalam satu titik: menolak dilupakan dan terus berjuang demi keadilan.

‎Melalui festival ini, mereka menegaskan bahwa perjuangan dari ladang ke ingatan akan terus menyala, menjadi api penerang dalam perjalanan demokrasi dan keadilan di tanah air.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved