Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Krisis Moral di Balik Euforia Konser Coldplay: Reputasi Runtuh karena 5 Detik

Pelukan di konser Coldplay berubah jadi skandal. CEO dan Chief HR terekam mesra, berdampak ke reputasi perusahaan.

Dok Pribadi
KONSER COLDPLAY - Adekamwa dan penulis artikel Krisis Moral di Balik Euforia Konser Coldplay: Reputasi Runtuh karena Lima Detik. Momen Kiss Cam di konser Coldplay yang viral, melibatkan Andy Byron dan Kristin Cabot, memicu skandal moral dan krisis reputasi Astronomer. 

TRIBUN-TIMUR.COM “When you're in a public place, whether it be a public park, a store, a concert, there are cameras, and if it's on camera, you can't take it back.” – Charles Lindsey

Konser Coldplay pada 16 Juli 2025 di Stadion Gillette, Massachusetts, Amerika Serikat, seharusnya menjadi malam penuh cahaya dan euforia. 

Lagu-lagu mengalun, lampu menari di udara, dan ribuan tangan terangkat mengikuti irama.

Namun, di tengah kemeriahan itu, satu momen justru menyita perhatian dunia maya. 

Bukan karena dentuman musik atau efek visual, melainkan karena pelukan berubah menjadi kekacauan emosional di bawah sorotan kamera.

Sebuah video dibagikan akun Twitter/X @PopCrave memperlihatkan momen tersebut. 

Hingga kini, video itu telah ditonton lebih dari 63 juta kali.

Dalam tayangan berdurasi singkat itu, sepasang penonton seorang pria dan wanita tampak berpelukan saat "Kiss Cam" menyorot mereka dan menampilkan wajah mereka di layar raksasa stadion.

Awalnya, semuanya tampak normal. 

Mereka tersenyum, mungkin mengira itu hanya momen lucu di tengah konser. 

Namun dalam hitungan detik, suasana berubah drastis. 

Si pria tiba-tiba panik, menunduk, dan menjauh. 

Sementara si wanita menutup wajahnya dengan kedua tangan, seolah menyembunyikan keterkejutan atau rasa malu.

Reaksi penonton? Tawa spontan menggema di seluruh stadion. 

Bahkan Chris Martin, vokalis Coldplay, tak bisa menahan komentar dari atas panggung.

“Uh oh, what? Either they’re having an affair or they’re just very shy,” ujar Chris Martin, disambut gelak tawa ribuan penonton.

Lucu? Mungkin sesaat. 

Tapi efeknya luar biasa. 

Beberapa jam kemudian, publik mengetahui identitas pasangan itu: 

Andy Byron, CEO perusahaan Astronomer, dan Kristin Cabot, Chief People Officer perusahaan yang sama.

Apa yang awalnya hanya gimmick hiburan berubah menjadi bencana reputasi tingkat global.

Astronomer, meski memakai nama “astro”, bukan lembaga luar angkasa, melainkan startup teknologi yang bergerak di bidang orkestrasi data.

Mereka mengelola aliran data perusahaan agar berjalan otomatis, efisien, dan terpantau.

Lewat produk andalan Astronomer Cloud, klien bisa mengatur jadwal, memantau, dan mengoptimalkan alur data dari berbagai sumber seperti transaksi digital, API, sensor, hingga database.

Sebagai humas pemerintahan, penulis terbiasa memisahkan masalah privat dan publik. 

Tapi di era komunikasi modern, batas itu kian kabur.

Kita hidup di zaman di mana kamera ada di mana-mana, dan persepsi publik bisa dibentuk hanya dari cuplikan video lima detik. 

Itulah inti persoalan dalam skandal ini: persepsi publik.

Dalam ilmu komunikasi strategis, brand bukan sekadar logo atau slogan. 

Merujuk Kevin Lane Keller, Profesor Pemasaran dari Tuck School of Business, brand adalah:

"A set of mental associations, held by the consumer, which add to the perceived value of a product or service."

Artinya, brand dibentuk oleh narasi, pengalaman, dan—yang terpenting—integritas.

Saat CEO terekam berselingkuh dengan kepala HR di ruang publik, rusak bukan hanya rumah tangga, tapi simbol kepercayaan perusahaan.

Dan kepercayaan adalah komoditas paling mahal dalam komunikasi publik.

Kasus Astronomer menunjukkan, sebelum insiden ini, mereka belum dikenal luas. 

Tapi dalam sekejap, jadi sorotan dunia karena drama moral yang viral.

Dalam framing media massa, perusahaan itu bukan lagi pelopor AI, tapi simbol kegagalan etika korporasi.

Dari perspektif hubungan masyarakat, ini adalah skandal integritas. 

Andy Byron bukan hanya melanggar janji pernikahan, tapi juga menghancurkan kredibilitas profesional.

Narasi yang dulu dibangun sebagai pemimpin visioner dan pembentuk budaya kerja sehat, kini berubah menjadi citra penuh konflik kepentingan dan pelanggaran etika.

Penulis yakin, krisis seperti ini tak bisa diselesaikan dengan siaran pers, apalagi jika akarnya adalah kegagalan moral pemimpin. 

Publik tak mudah lupa. 

Media sosial tak mengenal belas kasihan.

Joseph S. Nye, profesor dari Harvard dan penggagas istilah soft power, pernah mengingatkan bahwa daya tarik dari nilai dan legitimasi moral bisa runtuh karena satu hal: kegagalan menjaga otoritas moral.

Lalu, apakah skandal ini termasuk urusan pribadi atau masalah publik?

Jawabannya jelas: ini masalah publik. 

Karena saat Anda adalah pemimpin, CEO, pejabat, atau kepala lembaga setiap tindakan Anda memuat dimensi simbolik. 

Anda mewakili nilai-nilai institusi.

Ketika nilai itu dilanggar, yang tercoreng bukan hanya individu, tapi lembaga secara keseluruhan.

Bayangkan Anda direktur perusahaan multinasional yang hendak menggunakan layanan Astronomer

Ketika Anda mengetik nama mereka di Google, dan yang muncul bukan ulasan teknologi, melainkan video skandal CEO-nya apa yang Anda pikirkan?

Akankah Anda mempercayakan keamanan data perusahaan Anda pada orang yang tak bisa menjaga integritas personal?

Inilah pelajaran penting bagi pekerja komunikasi, terutama di sektor publik. 

Di era digital, pengawasan tak lagi hanya milik lembaga. 

Publik kini adalah jurnalis, hakim, sekaligus eksekutor.

Kesalahan kecil di ruang publik bisa berubah menjadi badai reputasi.

Brand adalah milik publik. 

Mereka bisa mengangkatnya, atau menghancurkannya, hanya dalam satu momen viral.

Penulis belajar satu hal penting dari insiden ini: 

Integritas adalah elemen paling krusial dalam membangun reputasi.

Anda bisa beli iklan, bisa sewa konsultan.

Tapi kepercayaan tidak bisa dibeli. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Reshuffle Menteri

 

Reshuffle Menteri

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved