Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

DPRD Sulsel

PKS Soroti Defisit Fiskal Sulsel Rp1,49 Triliun

Fraksi PKS sebut defisit fiskal Sulsel capai Rp1,49 triliun. Rasio kas hanya 5,59 persen, dinilai berisiko dan lampaui batas PMK 83/2023.

|
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Sukmawati Ibrahim
Tribun-Timur.com
DPRD SULSEL – Anggota Fraksi PKS, Abdul Rahman, saat membacakan pandangan fraksi dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel, Selasa (8/7/2025). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sulsel menyoroti kondisi fiskal Pemprov Sulsel dinilai mengkhawatirkan.

Merujuk Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dan analisis internal fraksi, posisi keuangan Sulsel per 31 Desember 2024 mencatat defisit riil anggaran mencapai Rp1,49 triliun.

Anggota Fraksi PKS, Abdul Rahman, menyebutkan meski Laporan Realisasi Anggaran (LRA) memperlihatkan surplus Rp189,64 miliar, namun saldo kas hanya tersisa Rp83,16 miliar. 

Di sisi lain, utang beban menembus Rp1,48 triliun.

Dengan perbandingan itu, rasio kas terhadap kewajiban hanya 5,59 persen. 

Abdul Rahman menyebut kondisi ini sebagai sinyal bahaya, karena menunjukkan kemampuan keuangan daerah sangat terbatas untuk menutup kewajiban jangka pendek.

"Jika memperhitungkan utang beban dan utang bantuan keuangan yang belum dicatat, kondisi fiskal riil justru mengalami defisit sebesar Rp1,49 triliun," ucapnya dalam rapat paripurna DPRD, Rabu (3/7/2025).

Ia menilai, situasi ini menunjukkan kesenjangan tajam antara data administratif dan kondisi riil keuangan daerah.

Abdul Rahman juga menyinggung batas defisit anggaran diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 83 Tahun 2023. 

Dalam aturan itu, Sulsel dikategorikan sebagai provinsi dengan kapasitas fiskal rendah, sehingga defisit maksimal hanya 4,35 persen dari pendapatan atau sekitar Rp434,71 miliar.

Namun, defisit riil yang terjadi justru mencapai Rp1,49 triliun, melebihi ambang batas hingga Rp1,06 triliun.

"Apakah hal ini terjadi akibat perencanaan belanja yang tidak realistis, atau pencatatan utang yang tertunda?" tanya Abdul Rahman.

Melihat kondisi tersebut, Fraksi PKS mendesak Pemprov Sulsel menyusun langkah cepat. 

Strategi penyehatan fiskal jangka pendek harus segera disiapkan.

Baca juga: Tamsil Linrung Temui Sekprov, Singgung Utang Dana Bagi Hasil

Termasuk penjadwalan ulang utang, pengendalian belanja yang bukan prioritas, dan menggali potensi pendapatan daerah.

"Fraksi PKS mendesak agar disusun strategi penyehatan fiskal jangka pendek yang memuat skema penjadwalan ulang kewajiban, pengendalian belanja nonprioritas dan optimalisasi pendapatan," kata Abdul Rahman.

Abdul Rahman juga mengingatkan bahwa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK bukan berarti tidak ada masalah. 

Dalam LHP BPK, masih ditemukan kelemahan dalam pengelolaan pendapatan, belanja, dan aset.

PKS menyoroti kebijakan penghapusan tarif progresif pajak kendaraan bermotor yang tidak sesuai aturan, serta lemahnya pengawasan pemungutan pajak air permukaan yang hanya berbasis taksiran.

Juga disoroti belum optimalnya penagihan retribusi dan pengelolaan aset milik daerah.

Dalam belanja daerah, PKS mengungkap sejumlah pelanggaran prosedur. 

Di antaranya kelebihan pembayaran insentif, pengadaan seragam siswa tidak sesuai spesifikasi, hingga pengeluaran konsumsi dan dokumentasi yang tidak sesuai harga standar.

Pengelolaan dana BOS/BOSP juga dianggap bermasalah, masih ditemukan transaksi lintas tahun dan penggunaan dana tidak sesuai kebutuhan riil.

"Harus ada penguatan pengawasan internal, terutama dari Inspektorat," ujar Abdul Rahman.

Untuk pengelolaan aset, Fraksi PKS mencatat banyak aset berupa tanah belum bersertifikat dan berpotensi disengketakan. 

Bahkan ada dana yang dicairkan tanpa dokumen pendukung dan stok barang rumah sakit yang tak sesuai kondisi fisik.

"Kami mendesak agar dibuat roadmap penyelesaian sertifikasi aset dan progresnya dibuka secara transparan kepada DPRD Sulsel," tegasnya.

Fraksi Partai Demokrat juga menyampaikan kritik tajam terhadap Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. 

Sekretaris Fraksi Demokrat, Heriwawan, menyayangkan ketidakhadiran gubernur dalam forum resmi seperti rapat paripurna DPRD.

Menurutnya, absennya kepala daerah dalam forum strategis mencerminkan renggangnya hubungan antara eksekutif dan legislatif.

"Hadir di panggung publik seperti ‘Gerakan Anti Mager’, namun ‘mager’ di ruang akuntabilitas memberi kesan abai terhadap substansi," sindirnya.

Ia menegaskan bahwa undangan DPRD adalah mandat rakyat. Mengabaikannya berarti menutup mata terhadap suara publik.

Sementara itu, Fraksi Harapan (Hanura-PAN) melalui Kamaruddin menyampaikan enam catatan penting. 

Mulai dari keterlambatan dokumen RPJMD, pentingnya definisi operasional visi “berkarakter”, hingga kesiapan ASN menghadapi transformasi digital.

Fraksi Harapan juga menyinggung pentingnya sinkronisasi RPJMD dengan RPJPD dan RPJMN, serta menyoroti ketimpangan antarwilayah di Sulsel.

Mereka mendorong indikator pembangunan dijabarkan secara teknis dan transparan, agar dapat diukur dan diawasi.

Menurut Kamaruddin, tantangan ke depan sangat kompleks. Mulai dari kemiskinan, perubahan iklim, hingga gejolak ekonomi global. 

Butuh perencanaan cermat dan eksekusi konsisten. (*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved