Opini
HAM Islam dalam Khutbah Wada
HAM adalah merupakan konsep yang menyatakan bahwa setiap manusia berhak atas perlindungan dasar yang melekat sejak lahir.
Masalah gender juga tak luput dari deklarasi tersebut, dimana hak perempuan dijamin.
Rasulullah bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dalam urusan perempuan. Kalian mengambil mereka sebagai amanah dari Allah.”
Pernyataan ini merupakan penegasan bahwa perempuan adalah subjek hukum yang utuh, bukan objek.
Fatima Mernissi, seorang cendekiawan Muslim, menyatakan bahwa khutbah ini merupakan bentuk perlindungan awal terhadap hak-hak perempuan dalam struktur masyarakat patriarkal, yang kemudian berkembang dalam fiqh keluarga Islam (Mernissi, The Veil and the Male Elite, 1991).
Hak atas keadilan ekonomi juga diatur terutama secara eksplisit Nabi menyatakan penghapusan riba: “Ingatlah, semua riba dari zaman jahiliah dihapuskan. Dan riba pertama yang aku hapus adalah riba milik Abbas bin Abdul Muthalib.”
Ini menandakan keadilan ekonomi sebagai hak sosial. Praktik riba dipandang sebagai eksploitasi ekonomi.
Menurut Maududi, penghapusan riba adalah langkah awal menuju sistem ekonomi Islam yang berlandaskan pada keadilan sosial dan kesetaraan akses terhadap sumber daya (Maududi, The Economic System of Islam, 1970).
Kemudian hak atas Informasi dan partisipasi publik. Dimana Rasulullah mengakhiri khutbah dengan bertanya kepada umatnya apakah risalah telah ia sampaikan.
Setelah mereka menjawab “sudah”, beliau kemudian bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.”
Tindakan tersebut menunjukkan transparansi, akuntabilitas, dan pengakuan terhadap hak umat untuk mengetahui dan menilai kepemimpinan.
Menurut Fazlur Rahman, hal tersebut merupakan bentuk awal dari keterbukaan informasi dalam tata kelola Pemerintahan dalam Islam (Rahman, Islam and Modernity, 1982).
Akhirnya, Khutbah Wada’ Nabi Muhammad SAW jika disimak, mengandung prinsip-prinsip dasar Hak Asasi Manusia: hak hidup, kehormatan, kesetaraan, keadilan ekonomi, hak perempuan, dan partisipasi sosial.
Nilai-nilai ini berakar dari wahyu dan akhlak kenabian, yang kemudian dibangun menjadi sistem hukum dan etika dalam peradaban Islam.
Dengan demikian, konsep HAM dalam Islam bukan hanya bersifat individualistik seperti dalam doktrin Barat, melainkan juga spiritual dan kolektif, yang bertumpu pada tanggung jawab manusia kepada Tuhan dan sesamanya.
Oleh karena itu, khutbah tersebut layak dipahami sebagai fondasi HAM yang pertama berbasis nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang saling menguatkan antara satu sama lain. Wallahu a’ lam bisawwabe.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.