Opini
Makan Siang di Sekolah: Kisah dari Jepang dan Pengalaman Pribadi Saya
Bagi seorang siswa, makan siang memiliki peran sangat penting dalam kehidupan. Demikian juga kehidupan sehari-hari di sekolah. Makan siang sebagai
Menurut data dari Ministry of Education, Culture, Sports, Science, and Technology of Japan (MEXT), makanan yang disajikan dalam kyushoku memiliki rata-rata 600-700 kilo kalori, dengan komposisi gizi yang seimbang: sekitar 50 persen karbohidrat, 20 persen protein, dan 30 persen lemak.
Selain itu, setiap makanan dilengkapi dengan porsi sayuran dan buah yang cukup untuk memenuhi asupan gizi, vitamin dan mineral harian siswa.
Sistem kyushoku tidak hanya fokus pada aspek nutrisi, tetapi juga sebagai sarana pendidikan. Siswa diajarkan tentang asal-usul makanan, bagaimana makanan diproduksi, dan pentingnya menghargai setiap bagian dari proses tersebut.
Selain itu, siswa terlibat secara aktif dalam penyajian makanan, di mana mereka secara bergantian bertanggung jawab untuk melayani makan siang kepada teman-teman mereka.
Hal ini mengajarkan mereka tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan kerja sama.
Setiap siswa juga didorong untuk menghabiskan makanan mereka sebagai bagian dari pembelajaran tentang pengurangan limbah dan penghargaan terhadap sumber daya.
Sistem ini telah terbukti berhasil meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan siswa.
Berdasarkan data dari National Institute of Health and Nutrition Jepang (2020), anak-anak yang mengikuti program kyushoku memiliki tingkat obesitas yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, karena mereka lebih banyak mengonsumsi sayuran dan susu dan produk susu secara rutin.
Pendidikan nutrisi sejak dini ini memberi dasar kuat bagi kebiasaan makan sehat yang berkelanjutan hingga dewasa.
Meskipun dari segi gizi, sistem kyushoku Jepang menawarkan pendekatan yang lebih terstruktur dalam memastikan keseimbangan nutrisi yang diterima oleh siswa, namun nilai kebersamaan yang tumbuh dalam makan siang di sekolah Indonesia juga memiliki peran yang sangat penting.
Budaya berbagi makanan, saling mencicipi, dan berkumpul di meja makan memberikan dampak psikososial yang positif. Kebersamaan ini bukan hanya soal fisik, tetapi juga mempererat hubungan sosial di antara siswa dan menciptakan rasa kepedulian satu sama lain.
Kegiatan berbagi makanan dan makan bersama di Indonesia memberikan kontribusi pada peningkatan kecerdasan emosional siswa.
Siswa yang sering terlibat dalam interaksi sosial yang hangat dan penuh kebersamaan saat makan siang cenderung lebih empatik dan memiliki kemampuan kerja sama yang lebih baik.
Selain itu, kegiatan ini mengajarkan nilai-nilai seperti menghormati orang lain, kepekaan terhadap perbedaan sosial-ekonomi, dan kesederhanaan.
Dalam konteks ini, makan siang di Indonesia memiliki peran sosial yang sangat berharga. Sementara Jepang berfokus pada pendidikan nutrisi dan kedisiplinan melalui kyushoku, Indonesia menawarkan pendidikan sosial melalui makan siang bersama, di mana siswa belajar untuk saling berbagi, bekerja sama, dan membangun solidaritas.
Dengan memahami dan menghargai pendekatan masing-masing negara, kita dapat melihat bagaimana aspek nutrisi dan kebersamaan dapat saling melengkapi untuk membentuk generasi yang tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga sosial.(*)
*Naskah telah disunting Meta Sekar Puji Astuti PhD (Dosen Prodi Departemen Sastra Jepang FIB Unhas - Persada)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.