Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Rencana Prabowo Setelah Hakim PN Terjerat Kasus Suap, Ciri-ciri Pejabat Bakal Dibuang Diungkap

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terlibat suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Editor: Ansar
Kolase Tribun-Timur.com
SUAP VONIS LEPAS - Hakim Djuyamto setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap untuk vonis onslag atau lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari. Djuyamto diketahui menjadi Ketua Majelis Hakim yang memvonis lepas tersangka korporasi di kasus tersebut. Kini Prabowo bereaksi setelah hakim itu terlibat suap. 

"Artinya sistem pengawasan Mahkamah Agung sangat buruk, karena nyatanya baru ada jebol (Pengadilan Negeri) Surabaya, ini jebol Jakarta, bahkan Jakarta Selatan, Jakarta Pusat. Karena ini tipikornya rangkaiannya di Jakarta Pusat, ternyata hakimnya juga sebagian dari Jakarta Selatan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dihubungi Rabu (16/4/2025).

Nampaknya lanjut Boyamin, kasus-kasus yang telah menjerat Mahkamah Agung sampai petingginya, Sekretaris Mahkamah Agung Nur Hadi, Hasbi Hasan, Penngadilan Negeri Surabaya dan Jakarta.

Kasus tersebut belum menjadikan Mahkamah Agung mengawasi secara efisien. Buktinya masih jebol (Praktik korupsi). 

"Jadi kita kecewa, ternyata Mahkamah Agung belum mampu mereformasi dirinya, dimana masih banyak yang tergoda," kata Boyamin. 

Bahkan levelnya menurut Boyamin minta digoda, bukan hanya tergoda saja.

"Karena ini uangnya cukup besar dan nampaknya sudah posisi mengatur. Berarti levelnya minta digoda, bukan tidak tahan godaan," tandasnya. 

Diketahui tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disebut menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar mengatakan total uang tersebut diterima para tersangka sebanyak dua tahap.

Pertama para tersangka menerima uang dalam bentuk dollar sebesar Rp 4,5 miliar.

Uang tersebut diberikan oleh tersangka Muhammad Arif Nuryanta Wakil Ketua PN Jakarta Pusat yang dimana asal uangnya bersumber dari advokat Ariyanto Bahri.

"Setelah terbit surat penetapan sidang, Muhammad Arif Nuryanta memanggil DJU selaku ketua majelis dan ASB selaku anggota. Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dollar bila di kurskan ke dalam rupiah Rp 4,5 miliar," kata Qohar dalam jumpa pers, Senin (14/4/2024) dini hari.

"Dimana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkata diatensi," jelasnya.

Setelah menerima uang dari Arif, Agam dikatakan Qohar memasukkannya ke dalam godie bag yang kemudian dibagikan untuk dirinya, Djuyamto dan Ali secara merata.

Lebih jauh dijelaskan Qohar, pada medio September atau Oktober 2024, Arif Nuryanta kembali menyerahkan uang kepada Djuyamto sebesar Rp 18 miliar.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved