Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Rifqy Tenribali Eshanasir

Penangkapan Duterte: Kemenangan Hukum Internasional Melawan Impunitas

Penahanan Duterte merupakan peristiwa bersejarah, terlepas dari konteks persaingan politik domestik di Filipina.

Editor: Sudirman
Rifqy Tenribali Eshanasir
OPINI - Rifqy Tenribali Eshanasir, Alumnus program Sarjana Hubungan Internasional dan Studi Perdamaian Ritsumeikan Asia Pacific University (Jepang),dan program Pasca Sarjana Hukum Internasional dan Diplomasi Australian National University (ANU, Canberra), Peneliti pada Centre for Peace Conflict and Democracy, Universitas Hasanuddin. 

Pada September 2021, sebuah kamar praperadilan secara resmi memulai penyelidikan terhadap “perang melawan narkoba” setelah menerima lebih dari 200 perwakilan korban, memastikan bahwa suara mereka yang terpinggirkan dan tak terdengar tidak akan hilang di tengah-tengah manuver politik.

Selama satu dekade, kebijakan Duterte menindas banyak masyarakat di Filipina. Sejak menjabat pada 2016, rezimnya melancarkan teror dengan dalih memerangi narkoba.

Di negara yang pernah bangga telah memainkan peran aktif dalam membentuk tatanan hukum internasional dan mengesahkan undang-undang domestik yang kokoh untuk pertanggungjawaban, keputusan pemerintah pada Maret 2018 untuk menarik diri dari Statuta Roma mengirimkan pesan yang tegas dan mencekam tentang berkurangnya komitmen terhadap keadilan.

Kemenangan Hukum Internasional

Penangkapan Duterte oleh ICC mengirimkan pesan yang jelas kepada dunia yakni tidak ada pemimpin yang berada di atas hukum.

Perkembangan ini sangat signifikan di Asia, di mana preseden pertanggungjawaban internasionalsangat jarang.

Duterte kemungkinan besar menjadi mantan kepala negara pertama dari Asia yang diadili di ICC, sebuah momen bersejarah yang membongkar hawa impunitas dan
menegaskan komitmen global terhadap keadilan dan hak asasi manusia.

Para pendukung Duterte tentu mengecam penangkapan ini sebagai campur tangan eksternal dalam urusan domestik.

Namun, kenyataan mendasar adalah para korban “perang melawan narkoba” sudah lama terpinggirkan dan tanpa suara, berhak mendapatkan keadilan yang melampaui kepentingan politik sesaat.

Pengadilan domestik Filipina sudah berulang kali gagal memberikan pertanggungjawaban yang sangat dibutuhkan oleh para korban ini.

Kasus Duterte ini tentu bukan hanya masalah hukum dan politik belaka, tetapi juga mencakup prinsip bahwa martabat manusia harus lebih diutamakan daripada kepentingan politik sesaat.

Komunitas internasional harus menolak kepentingan sempit yang mengkompromikan keadilan dan sebaliknya berkomitmen secara kolektif untuk menegakkan hak asasi
manusia melawan kekerasan negara. 

Implikasi bagi ASEAN

Dalam konteks ini, peran mekanisme internasional seperti ICC bukan hanya pelengkap, tetapi esensial, sebuah pengawasan terhadap kekuasaan negara dan pelindung hak asasi manusia.

Kasus penting ini juga mendorong kita untuk meninjau kembali implikasi yang lebih luas bagi ASEAN dan komunitas internasional.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved