Masyarakat Adat Cerekang Lutim Tolak IUP PT PUL, Hutan Adat 24,43 Hektare Tertimpa Tambang
Masyarakat adat Cerekang menolak IUP PT PUL yang mengancam hutan adat seluas 24,43 hektare. Pemerintah siap fasilitasi dialog untuk penyelesaian.
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU TIMUR - Masyarakat adat Cerekang menolak keberadaan izin usaha pertambangan (IUP) PT PUL beririsan dengan kawasan hutan adat mereka.
Berdasarkan analisis spasial Perkumpulan Wallacea bersama PM WTC, luas kawasan hutan adat Cerekang yang masuk dalam wilayah IUP PT PUL mencapai 24,43 hektare.
Sikap tegas ini disampaikan dalam pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur di Aula Rapat Sekretaris Daerah, Jumat (7/3/2025).
Pertemuan yang dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) Luwu Timur, Bahri Suli, turut dihadiri sejumlah kepala OPD, Kepala Desa Manurung Irwan, serta Perkumpulan Wallacea.
Menanggapi aspirasi tersebut, Sekda Luwu Timur, Bahri Suli menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung perlindungan hutan adat.
“Kami mendukung hasil musyawarah kampung masyarakat adat Cerekang. Wilayah hutan adat ini sudah memiliki SK Pengakuan dari Bupati, dan pemerintah siap memfasilitasi lokakarya multi-pihak agar masalah ini bisa segera terselesaikan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu (8/3/2025).
Kata Bahri Suli, Pemkab juga akan mengupayakan kehadiran pimpinan PT PUL dalam lokakarya agar dialog dapat berjalan secara transparan dan menghasilkan solusi adil bagi semua pihak.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Luwu Timur, Andi Makkaraka menambahkan bahwa pemerintah daerah bisa mengusulkan kepada Kementerian ESDM untuk meninjau ulang wilayah IUP PT PUL yang tumpang tindih dengan hutan adat.
"Kami akan bersurat kepada pemerintah pusat dalam hal ini kementerian ESDM untuk melakukan review terhadap wilayah IUP PT PUL yang beririsan dengan kawasan hutan adat Cerekang," bebernya.
Staf Ahli Andi Djuanna menekankan bahwa hutan adat Cerekang memiliki nilai budaya yang tak ternilai bagi masyarakat Malili.
“Jika hutan adat ini hilang, maka tak ada lagi yang bisa kita sebut sebagai orang Malili,” tegasnya.
Di sisi lain, Direktur Perkumpulan Wallacea, Hamsaluddin, mengapresiasi kesediaan Pemkab Luwu Timur memfasilitasi lokakarya.
Menurutnya, dialog multi-pihak adalah langkah strategis untuk mencapai solusi berkelanjutan dan adil bagi masyarakat adat serta lingkungan.
Sebelumnya, masyarakat adat Cerekang telah menggelar Musyawarah Kampung sebagai respons atas keberadaan tambang di wilayah mereka.
Kini, mereka berharap pemerintah benar-benar berdiri di sisi mereka untuk mempertahankan hak atas hutan adat telah lama mereka jaga.
| PT Vale Pastikan Air Towuti Aman, Pemulihan Lingkungan Terus Dipantau |
|
|---|
| Pemkab Minta Pemprov Batasi Izin Tambang Galian C |
|
|---|
| Bukti Kerusakan Alam di Barru Sulsel, Daftar Banjir Bandang 7 Tahun Terakhir |
|
|---|
| Kepala BPBD: Tambang Galian C di Mallusetasi Penyebab Banjir Barru |
|
|---|
| Tambang Galian C Ilegal Resahkan Warga Bontokassi Takalar, Walhi Sulsel Ungkap Peran Oknum Polisi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.