Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

FGD Rabat Anggaran di Sulsel

Prof Hamid Paddu Sebut Kebijakan Efisiensi Anggaran untuk Ubah Mindset

Ia menyebut, kebijakan menaikkan pajak 12 persen sebenarnya untuk meningkatkan pendapatan negara dari ketidakpatuhan membayar pajak.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
Tribun-Timur.com/Kaswadi Anwar
FGD TRIBUN - Guru Besar Ilmu Ekonomi Keuangan Negara/Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Prof Abdul Hamid Paddu (kiri) saat hadir sebagai narasumber di FGD Tribun Timur dengan tema Menakar Dampak Rabat Anggaran Terhadap Bisnis dan Ekonomi Sulsel di lobby Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih 430, Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, Selasa (18/2/2025). Prof Abdul Hamid Paddu memberikan pandangan terkait kebijakan pemerintah menaikkan pajak 12 persen dan kebijakan efisiensi anggaran. 

Kedua, terang Prof Hamid, kebijakan efisiensi anggaran untuk mengubah mindset pemerintah.

Sayangnya, banyak yang mempreteli kebijakan Prabowo Subianto ini, termasuk dari bawahan sendiri.

Salah satunya dari Kemenristekdikti. Munculnya demonstrasi  karena pemaparan dari Kemenristekdikti yang mengemukakan beasiswa akan dipangkas.

Padahal yang diminta untuk dipangkas adalah biaya perkantoran.

"Menurut saya ini adalah penolakan untuk mengubah cara berpikir anggarannya. Di situ dipresentasinya (beasiswa dipangkas). Ini bahaya bisa menimbulkan demonstrasi mahasiswa," terangnya.

Hal ini, kata Prof Hamid, berbeda dengan Kemendiknas yang menegaskan pemangkasan itu di perjalanan dinas, biaya perkantoran. Untuk sertifikasi tidak ada pemangkasan.

Dengan pemangkasan biaya perkantoran, perjalanan dinas dan anggaran kurang efektif lainnya,  Presiden Prabowo menghitung bisa mengefisiensi anggaran paling sedikit 40 persen.

Bahkan, jika anggaran diefisienkan hanya Rp 256,1 triliun kementerian/lembaga dan transfer ke daerah (TKD) dipangkas Rp 50,59 triliun, hanya sekira Rp 300 triliun.

Artinya hanya 10 persen dari Rp 3 triliun anggaran dimiliki.

"Kalau efisiensi 30 persen dari anggaran yang tidak perlu itu namanya sampah, boros. Seharusnya uang dipakai buat rakyat lebih baik, tidak miskin," katanya.

"Setiap uang digunakan akan menghasilkan output lebih tinggi," tambah dosen kelahiran Ujung Pandang ini.

Prinsip Anggaran

Prof Hamid menjelaskan, ada dua prinsip anggaran pemerintah. 

Pertama, money follow function, uang itu ada kalau berfungsi.

Fungsinya mendorong masyarakat terbebas dari kemiskinan, penyediaan lapangan kerja terbuka dan pertumbuhan ekonomi.

"Semua uang tidak mengarah ke fungsi dipangkas," jelasnya.

Kedua, value for money. Setiap sen rupiah harus ada nilainya.

"Tidak boleh uang yang menguap. Outcome  value harus ada. Banyak uang dalam anggaran saat ini, tapi tidak ada valuenya," pungkasnya.(*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved