Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

FGD Rabat Anggaran di Sulsel

Prof Hamid Soroti Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Turun 10 Tahun Terakhir

FGD Tribun Timur mengangkat tema Menakar Dampak Rabat Anggaran Terhadap Bisnis dan Ekonomi Sulsel.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/RENALDI
FGD TRIBUN TIMUR - Kepala Bapelitbangda Sulsel, Setiawan Aswad (baju dinas coklat) saat menjelaskan mengenai efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah dalam FGD di Kantor Tribun Timur, Selasa (18/2/2025). Setiawan Aswad sebut Pemprov Sulsel rencanakan skenario pertumbuhan ekonomi.   

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru Besar Ilmu Ekonomi Keuangan Negara/Ekonomi Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Prof Abdul Hamid Paddu menyoroti  penurunan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) 10 tahun terakhir.

Ia menyebut, tak seharusnya pertumbuhan ekonomi Sulsel berada di bawah tujuh persen.

“10 tahun kita hancur pertumbuhan ekonominya. Lintasan pertumbuhan ekonomi ini ada yang rusak. Rusaknya di inefisiensi yang terjadi dan inefektif,” ungkapnya saat menjadi narasumber di FGD Tribun Timur, Selasa (18/2/2025).

FGD Tribun Timur mengangkat tema Menakar Dampak Rabat Anggaran Terhadap Bisnis dan Ekonomi Sulsel.

Kegiatan ini digelar di lobby Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih 430, Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar.

Prof Hamid menuturkan, jika mengecek APBD Sulsel 2023 dan 2024 pasti ada dinas yang menganggarkan pembelian sofa.

Model penganggaran seperti ini diakuinya sudah dikritik sejak 15 tahun silam. Namun, tak ada perubahan.

“Ini pemborosan luar biasa,” tegasnya.

Ia menerangkan, 15 tahun silam saat dirinya diberi tugas untuk mengalokasikan dana transfer ke daerah, mampu mengangkat fiskal daerah menjadi lebih baik.

Padahal dulu seluruh kabupaten pendapat asli daerahnya (PAD) hanya tujuh persen, 94 persen uang dari pemerintah pusat dari dana transfer (TKD).

Artinya daerah tak punya uang untuk membangun. Ada potensi, tapi malas mencari uang.

Padahal PAD bisa didapat dari pajak parkir. Namun, apa daya pengelolaan kurang bagus. Yang bisa menghasilkan juga adalah pajak hotel dan pajak kendaraan.

Makanya diberikan dana transfer untuk bisa berkembang. Hasilnya terlihat dengan naiknya PAD sekira tahun 2010 silam di angka 10 persen.

Setelah itu pertumbuhan ekonomi justru semakin menurun lagi.

“Dulu dikasih dana transfer, ekonomi berkembang, naik PADnya sampai 2010, 10 sekian persen, daerah di Sulsel naik PAD. Setelah itu down lagi,” sebutnya.

“Ada kelemahan, mungkin ternina bobokan sehingga apa yang terjadi, kemampuan fiskal daerah menjadi lemah. Yang tadinya ekonomi meningkat, PAD meningkat,” pungkas Prof Hamid. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved