Opini Tribun Timur
Nostalgia 78 Tahun HMI: Kanda Dimana, Kita Iya Dinda Dimana?
Seorang senior yang saat itu menjadi pejabat publik dengan gaji dan tunjangan yang lumayan besar untuk ukuran kala itu.
Menjadi kewajiban untuk dibayarnya dengan pengabdian dengan sebenar-benarnya mengabdi.
Tagihan kepada mereka harus mengembalikannya ke posisi berbentuk kesadaran untuk melayani kepentingan bangsa dan kemaslahatan rakyat Indonesia.
Nostalgia Dalam Kemasan
Masih terawat dalam memori tak sedikit kader-kader HMI, saat kebuntuan pertemuan "kanda dimana, Dinda di mana" maka mie instant dengan kuah lebih banyak, disupport garam dapur, akan menjadi solusi dadakan yang paling pas dalam temaramnya lampu kost.
Meskipun sedikit ironis, saat ini justru mie yang disudutkan oleh segelintir oknum reviewer berprofesi youtuber dengan ilmu yang kedalamnya masih dipertanyakan, dimana Mie Instant sering dibahas di berbagai tulisan maupun video singkat perihal kandungan berbahayanya.
Bisa jadi tak sedikit kader HMI yang satu suara berlatar memori baik pada nostalgia dalam kemasan.
Bahwa jika ada mantan aktivis yang mengaminkan bahaya mengkonsumsi mie instant, mereka justru adalah orang-orang yang tak tahu berterima kasih pada kemampuan mie Instant menyelesaikan situasi 'darurat' perut kosong karena keterlambatan kiriman dari kampung, selain terima kasih pertama yang terlupakan saat tak sedikitpun tersampaikan penghargaan kepada mie instant dalam ucapan terima kasih di skripsinya.
Sebagai catatan nostalfia penutup, bahwa di HMI lah kita diajarkan agar memiliki kemampuan hidup dengan menggunakan mesin kehidupan yang terletak pada otak dan rohaninya.
Tetaplah istiqomah menjaga sejarah masa lalu walau dalam sebuah kalimat sederhana "kanda dimana, kita iya di manaki dinda".
Sebab mungkin di situlah, kita terhubung antara perjuangan di masa lalu dengan cita-cita di masa kini dan esok.
78 Tahun Himpunan Mahasiswa Islam.
Yakin Usaha Sampai.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.