Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Glowing Palsu

Sebagian besar produk buatan lokal tersebut positif mengandung merkuri, hidrokuinon, asam retinoat, dan bahan kimia obat (BKO) lainnya. 

|
Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Glowing Palsu
dok.tribun
Anshar Saud, Dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Sekretaris Dewan Pakar PD Ikatan Apoteker Indonesia Sulawesi Selatan

Di antara semuanya, merkuri menimbulkan risiko kesehatan yang paling signifikan dari semua bahan krim pencerah kulit.

Dalam produk kosmetik yang disalahgunakan, sering menggunakan bentuk garam anorganiknya berupa merkuri klorida atau merkuri iodida.

Sweetman (2024) menyebutkan bahwa keracunan merkuri cair atau garam merkuri anorganik timbul dari sumber seperti baterai, kosmetik, bahan gigi, peralatan medis, dan pembuatan perhiasan.

Merkuri bentuk cair jika terhirup dapat menyebabkan gangguan pencernaan, termasuk mual, muntah, dan diare; bersifat toksik pada sistem pernapasan dan dapat berakibat fatal.

Keracunan merkuri kronis dapat terjadi dengan menghirup uap merkuri, kontak kulit dengan merkuri atau senyawanya, atau menelan garam merkuri dalam jangka waktu lama.

Keracunan ini ditandai dengan berbagai gejala termasuk tremor, gangguan motorik dan sensorik, kemunduran mental, gejala pencernaan, dermatitis, radang gusi hingga kerusakan ginjal. Garis biru dapat terlihat pada gusi.

Ginjal merupakan salah satu tempat utama akumulasi merkuri dalam tubuh.

Semua bentuk merkuri (cair, anorganik, dan organik) dapat menjadi racun bagi ginjal, meskipun bentuk anorganik adalah yang paling bersifat nefrotoksik.

Dampak Lingkungan

Penggunaan krim kulit yang mengandung merkuri tidak hanya berdampak pada individu yang menggunakan produk ini tetapi juga berdampak pada ekosistem yang lebih luas, yang secara tidak langsung mempengaruhi orang lain yang tidak menggunakannya.

Uap merkuri yang dilepaskan krim dapat merusak barang-barang rumah tangga yang disentuhnya.

Selain itu, merkuri akan terkonsentrasi di tanah, air dan bumi, dimana ia diubah menjadi metilmerkuri organik yang terakumulasi dalam ikan dan kerang-kerangan. Yang pada akhirnya masuk ke dalam rantai makanan manusia.

Konvensi Minamata tentang Perlindungan Kesehatan Manusia dan Lingkungan dari Merkuri (2013) yang diadopsi oleh Indonesia melalui UU No 17 tahun 2017 yang telah mengamanatkan larangan memproduksi, mengimpor dan mengekspor produk termasuk krim dan sabun dengan kandungan merkuri >1 mg/ g.

Namun senyawa yang mengandung merkuri di atas batas ini terus diproduksi dan dijual secara luas. Kekuatan pasar online dan iklan di berbagai platform daring media sosial, diperparah dengan kerangka peraturan yang longgar; dan kurangnya perhatian terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan menjadikannya terus merambah.

Apresiasi untuk BPOM yang telah berbuat banyak. Namun upaya itu terasa belum cukup. Harus proaktif dalam pengawasan pre dan post-market terhadap kosmetika. Tidak perlu lagi menunggu perorangan merilis hasil uji baru ikut bergerak.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved