Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Andi Nurlela

Menakar Makna Keberagaman Menuju Kampus Inklusi

Inklusivitas bukan berarti membenarkan setiap hal, melainkan bagaimana cara menciptakan ruang dialog yang sehat di mana semua pihak dapat diskusikan

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Menakar Makna Keberagaman Menuju Kampus Inklusi
dok.tribun
Andi Nurlela, Dosen Departemen Sosiologi Fisip Universitas Hasanuddin

Mengedepankan Pendidikan Moral dalam Konteks Kampus Inklusif

Kampus inklusif seharusnya tidak hanya berfokus pada memberikan ruang bagi berbagai identitas untuk eksis, tetapi juga menanamkan pemahaman bahwa kebebasan seseorang berakhir ketika mulai mengancam nilai-nilai kolektif. 

Dalam pendekatan ini, pendidikan moral menjadi hal yang sangat penting. 

Mahasiswa perlu memahami bahwa norma dan nilai masyarakat bukanlah hal yang dapat diabaikan atau dianggap sepele, melainkan prinsip dasar yang menjaga keharmonisan hidup bersama.

Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan adalah melalui dialog terbuka yang membahas mengenai pentingnya norma dalam masyarakat. 

Dengan demikian, mahasiswa dapat melihat bahwa norma bukanlah sekadar aturan yang membatasi kebebasan, tetapi sebagai panduan hidup yang membantu menjaga stabilitas sosial.

Menuju Kampus Inklusif yang Bertanggung Jawab

Menciptakan kampus inklusif yang bertanggung jawab, perlu adanya langkah-langkah yang tidak hanya mengakomodasi keberagaman, tetapi juga tetap berpijak pada norma dan nilai moral yang berlaku di masyarakat. 

Pertama, kampus harus merumuskan kebijakan yang jelas terkait keberagaman. Kebijakan ini hendaknya mengakomodasi seluruh perbedaan yang ada di kampus, baik dari segi budaya, agama, maupun suku, dengan tetap memperhatikan norma dan moral yang dianut masyarakat. 

Selanjutnya, kampus perlu mengadakan diskusi terbuka secara berkala yang melibatkan semua pihak, termasuk mahasiswa, dosen, dan tokoh masyarakat. 

Diskusi ini bertujuan untuk membangun pemahaman bersama mengenai pentingnya keberagaman dalam lingkungan akademik tanpa meninggalkan norma sosial yang ada.

Sebagai langkah lanjutan, kampus bisa menyelenggarakan program pendidikan moral dan sosial yang meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. 

Program ini dapat mencakup seminar, workshop, atau kursus singkat tentang pentingnya integritas moral dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan kampus. 

Terakhir, kampus harus bisa mengakomodasi perbedaan tanpa melanggar norma. 

Artinya, kebijakan yang dibuat hendaknya mendukung keberagaman tanpa mengabaikan nilai yang berlaku. 

Dengan pendekatan ini, kampus tidak hanya menjadi tempat yang inklusif bagi semua pihak, tetapi juga tetap relevan dan bertanggung jawab dalam menjaga tatanan sosial yang ada.

Konklusi

Menakar makna keberagaman menuju kampus inklusif adalah upaya untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang merangkul perbedaan tanpa mengabaikan nilai-nilai moral yang sudah tertanam di masyarakat. 

Kisah kaum Luth memberikan pelajaran bahwa perilaku yang menyimpang dari norma berpotensi menghancurkan tatanan masyarakat. 

Oleh karena itu, kampus harus tetap mempertahankan nilai-nilai yang menjadi panduan sosial, karena tanpa nilai-nilai tersebut, kampus tidak akan bisa menciptakan lingkungan yang benar-benar inklusif. 

Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi, harus bisa menjadi pelopor dalam menciptakan ruang yang menghargai keberagaman, namun tetap mengedepankan nilai-nilai luhur yang menjadi identitas masyarakat.

 Keberagaman dan inklusivitas yang bertanggung jawab adalah keberagaman yang tidak mencederai norma agama, norma sosial, maupun nilai moral yang menjadi landasan bagi keharmonisan sosial.

***

 

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved