Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Gunung Es Kekerasan Seksual Ada Perempuan dan Anak

Bermacam bentuk kekerasan seksual tentu saja berdampak buruk bagi korbannya, baik gangguan fisik maupun gangguan pada kesehatan jiwa.

Editor: Sudirman
Ist
dr Airah Amir, Dokter RSUD Kota Makassar 

Oleh:  dr Airah Amir 

Dokter dan Pemerhati Kesehatan Masyarakat

TRIBUN-TIMUR.COM - KEKERASAN seksual menjadi penyakit global yang meresahkan karena minimnya pencegahan dan penegakan hukum yang tidak adekuat.

Ibarat gunung es, kasus yang nampak belum menunjukkan jumlah sebenarnya tersebab oleh korban dari kekerasan seksual dengan pemaksaan dan ancaman sering kali tidak memiliki keberanian untuk melapor, apalagi membawanya ke jalur hukum. 

Bermacam bentuk kekerasan seksual tentu saja berdampak buruk bagi korbannya, baik gangguan fisik maupun gangguan pada kesehatan jiwa.

Anak yang mengalami kekerasan seksual di masa kecil besar kemungkinan tumbuh menjadi sosok yang menjadikan kekerasan sebagai cara hidupnya. 

Perbuatan amoral dan perilaku agresif cenderung diyakini menjadi salah satu penyabab seseorang melakukan kekerasan seksual.

Literasi yang rendah akibat kemiskinan dan pengaruh alkohol serta narkoba turut memberikan andil seseorang menjadi pelaku kekerasan seksual

Paham liberalisme yang mengamini kebebasan termasuk tontonan sarat pornografi membuat seseorang melakukan tindakan amoral.

Lantas, berapa banyak kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Indonesia? Tak dapat dimungkiri, kasus kekerasan seksual terhadap anak (KtA) dan perempuan (KtP) terus meningkat.

Kekerasan seksual pada anak laki-laki usia 13-17 tahun sebanyak 3,65 persen pada tahun 2021, naik menjadi 8,34 persen pada 2024.

Pada anak perempuan dengan usia yang sama berkisar 8,43 persen dan naik menjadi 8,82 persen pada tahun 2024. (antaranews.com, 7/10/2024).

Sedangkan data kemen PPPA menyebut pada tahun 2023, jumlah kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia mencapai 15.621 kasus, meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 11.682 kasus. 

Sementara di Makassar, menurut data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) kota Makassar, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2023 mencapai 558 kasus dengan kasus terbanyak adalah kasus kekerasan seksual.(smartcitymakassar.com, 7/12/2023).

Fakta yang membuat miris ini membuat kita berpikir bahwa tidak ada satupun tempat yang aman dari tindak kekerasan. 

Di semua tempat, kekerasan bisa terjadi dan pelakunya bisa saja dari orang yang paling dekat dan dihormati, seperti di rumah, sekolah, bahkan di tempat kerja. 

Seperti kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami staf wanita di salah satu rumah sakit di Kota Makassar. (tribunmakassar.com.3/10/2024).

Atau kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa anak SD di Makassar oleh oknum pelaku yang mengajar di SD tempat korban bersekolah. (cnnIndonesia.com, 4/10/2024). 

Hal ini menunjukkan adanya masalah kronis di masyarakat. Tampak dari hilangnya kepedulian, rasa kemanusiaan dan penghormatan kepada sesama manusia, bahkan terhadap anak.

Walaupun telah banyak upaya untuk menghapus KtP dan KtA, baik global maupun skala nasional.

Diawali dengan CEDAW pada tahun 1979 dan the Beijing Platform for Action (BPfA) pada tahun 1985, kemudian diratifikasi oleh negara anggota PBB.

Namun faktanya upaya ini belum mampu mencegah dan memberantas terjadinya kekerasan seksual pada perempuan dan anak.

Sebab, maraknya kekerasan seksual sesungguhnya karena minimnya perlindungan terhadap perempuan dan anak, baik skala keluarga, masyarakat maupun negara. Dalam sistem saat ini, ketakwaan individu telah terkikis.

Walhasil, kriminalitas pun marak terjadi, mulai dari pelecehan, perundungan, penganiayaan, bahkan pembunuhan.

Tak dimungkiri gaya hidup permisif telah menjadi pedoman manusia saat ini yang hidup bahkan tanpa ada aturan agama didalamnya.

Belum lagi media digital memberi ruang pornografi dan pornoaksi tanpa filter yang mudah diakses oleh siapapun.

Padahal perilaku manusia dibentuk oleh pemahaman yang ada pada dirinya.

Saat ini paham kebebasan dan memisahkan agama dari kehidupanlah yang mendominasi kehidupan manusia.

Agama tidak diberi ruang mengatur perilaku manusia. Tanpa takut dosa dan bahaya yang terjadi menyebabkan manusia melakukan apa saja termasuk kekerasan seksual.

Bahkan keluarga sebagai benteng ketahanan keluarga saat ini begitu rapuh.

Orangtua lalai dalam mendidik, sehingga anak yang kelak menjadi manusia dewasa, mudah terpengaruh oleh lingkungannya. 

Sistem negara pun tidak hadir sebagai penopang terjaminnya kehidupan yang bebas dari keharaman sebab peran negara terasa minimalis dalam menutup konten digital yang mengandung kemaksiatan.

Bahkan hukum yang ada tak mampu membuat jera pelaku kekerasan seksual.

Maka sejatinya setiap bagian dari individu, keluarga dan masyarakat serta negara harus berkolaborasi dalam menuntaskan masalah ini.

Setiap individu perlu dibekali dengan ketakwaan untuk menghindarkan diri dari jebakan pergaulan bebas dan membentuk pemikiran dan perasaan sesuai aturan Islam sehingga seluruh perbuatan yang dipilihnya berdasarkan halal dan haram.

Hanya saja ketakwaan individu akan sulit untuk bertahan dalam jangka waktu lama dan konsisten jika tidak dibarengi dengan penerapan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa yaitu sistem Islam yang secara nyata memiliki aturan yang mengatur segala sendi kehidupan bermasyarakat.

Terlebih Islam telah menetapkan aturan tentang pergaulan pria dan wanita yang berlandaskan akidah Islam sehingga takut untuk berbuat maksiat kepada Allah dan sistem sanksinya mampu mencegah sesorang melakukan perbuatan amoral yaitu kekerasan seksual.

Alhasil manusia akan berada dalam interaksi yang penuh dengan kebaikan dan saling menjaga kehormatan diri.

Demikianlah, Islam memberikan solusi mengatasi gunung es kekerasan seksual pada perempuan dan anak secara menyeluruh, baik level individu maupun negara yang tentu saja menjamin rasa aman bagi perempuan dan anak. Wallahu a’lam.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved