Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

MK Mengembalikan Fitrah Hukum

Harapan mendapatkan suasana demokrasi yang substantif dan hukum yang berkeadilan ibarat jauh panggang dari api.

Editor: Sudirman
Ist
Fadli Andi Natsif, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar 

Untunglah segera masyarakat sipil yang didukung oleh kalangan akademisi melakukan aksi secara massif di beberapa daerah untuk mengkritisi rencana pembangkangan lembaga negara tersebut.

Sehingga rencana mencederai fitrah hukum yang ideal nya pro kepada kepentingan rakyat tidak kesampaian.

Arus balik pengembalian fitrah penegakan hukum pasca Pilpres 2024 juga dilakukan oleh MK sendiri dengan melahirkan Putusan MK No. 60 dan No. 70.

Kalau sebelumnya putusan dalam masa Pilpres dikatakan mencederai nilai hukum dan proses demokrasi, sedangkan Putusan MK No. 60 dan No. 70 terkait dengan pelaksanaan proses Pilkada serentak di setiap daerah November 2024, dianggap menjunjung tinggi nilai hukum dan proses demokrasi yang mencerminkan kepentingan rakyat.

Seolah MK ingin mengembalikan marwah atau harga diri yang sebelumnya berada di titik nadir akibat Putusan No. 90. Dengan Putusan No. 60 dan No. 70, MK ingin memulihkan jati diri sebagai lembaga yudisial pengawal konstitusi dan nilai-nilai HAM.

Terlepas putusan MK terkait Pilkada debatable di kalangan orang hukum. Itu sesuatu hal yang lumrah. Sesuai dengan pameo "kalau dua orang sarjana hukum ketemu akan melahirkan tiga pendapat.

Esensi tulisan ini ingin menarasikan sesuatu argumen yang mungkin ada sarjana hukum tidak setuju atau bisa jadi ada juga yang memahami.

Sebenarnya terkait esensi putusan MK sudah  sering menjadi perdebatan klasik. Terkhusus esensi putusan MK yang seharusnya hanya menafsirkan norma.

Jangan melampaui kewenangan membuat putusan yang mengarah pada melahirkan norma.

Dalam pengajaran dasar ilmu hukum dikenal istilah ius constitutum dan ius constituendum.

Secara sederhana oleh Sudikno Mertokusumo (Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, 2006) mengartikan ius contitutum adalah hukum yang telah ditetapkan, sedangkan ius contituendum adalah hukum yang harus masih ditetapkan atau hukum yang dicita-citakan.

Dalam suatu kesempatan salah seorang hakim konstitusi, Arief Hidayat, mengatakan esensi putusan MK bukan hanya ius constitutum, tetapi juga sering mengandung ius constituendum.

Berdasarkan ini, maka dapat dimaknai ketika lahir putusan MK, maka seketika dapat menjadi hukum yang berlaku, sesuai dengan prinsip erga omnes.

Prinsip putusan MK berkekuatan hukum mengikat dan berlaku pada siapa saja. Esensi putusan MK seperti inilah diistilahkan ius constitutum.

Sedangkan putusan MK yang mengandung makna ius constituendum, biasanya dibunyikan dalam amar putusannya yang memberikan rekomendasi kepada pembentuk UU dalam hal ini DPR, untuk melakukan perubahan dalam jangka waktu tertentu terhadap bunyi pasal dalam UU yang diuji materi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved