Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ahli Waris PT Krama Yudha Tolak Tuduhan Utang

Pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar Rapat Kreditur Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

|
DOK PRIBADI
Suasana sidang pengucapan putusan 

"Akta 78 kan tertulis bahwa pemberian bonus tersebut diberikan sepanjang Almarhum Pak Sjarnobi masih menjadi pemegang saham mayoritas. Sedangkan beliau sudah meninggal dari tahun 2001. Seharusnya perjanjian sudah berakhir," jelasnya. 

Rapat Tersebut Juga Dihadiri Oleh Presiden Direktur Pt Krama Yudha yang baru Terpilih 6 Agustus 2024, Ferdinandus. 

Melalui Proses Rups Ferdinandus ditunjuk untuk menjalankan Tanggung Jawab Operasional Perusahaan.

Namun, Langkah Itu Dijegal Kurator Secara Melawan Hukum Seolah Yang Pailit Adalah PT Krama Yudha.

"Jadi pada proses rapat hari ini berkaitan dengan putusan pailit nomor 266 itu berkaitan dengan harta ahli waris atau Ibu Rozita dan Pak Ery."

"Itu kan seharusnya tidak ada kaitannya dengan operasional perusahaan karena ini suatu hal yang berbeda. Suatu hal berbeda," kata Kuasa Hukum Ferdi Nandus, Rahdityanto Regowo. 

Dia menilai, apabila aset perusahaan disita hal itu akan menyebabkan operasional perusahaan.

Padahal seharusnya perusahaan harus tetap berjalan karena bukan PT Krama Yudha yang pailit. 

Atas putusan PKPU yang memutus pailit para debitur asing itu, banyak masyarakat yang kemudian terpanggil untuk melakukan analisa jalannya perkara tersebut salah satunya Pemerhati Hukum Christian Delvis Rettob.

Hal itu dilakukan agar hukum di Indonesia dapat tegak lurus dan tak dapat dibelokkan oleh siapa pun. 

"Kami terpanggil pasca putusan PKPU Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 226. Di mana menariknya warga negara asing yang diadili di Indonesia," jelasnya. 

Dia menialai, pihak debitur yang merupakan WN asing seharusnya tidak dapat dijadikan subjek penegakan hukum, dengan putusan tersebut akhirnya akan membuat Indonesia dijauhi oleh para investor asing. 

"Secara kasuistik ketika dianalisa ternyata pihak debitur bu Rozita dan pak Ery seharusnya tidak bisa dimintain pertanggungjawaban secara hukum karena mereka bukan merupakan subjek yang bertanggungjawab atas perjanjian," katanya. 

"Ketika SK Mahkamah Agung itu yang mengalami pergeseran nilai keadilan dan kepastian hukum. Ini proses sedang berjalan dan kami mengawal proses ini hingga tetap mencapai proses hukum berjalan semestinya," pungkasnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved