Ahli Waris PT Krama Yudha Tolak Tuduhan Utang
Pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar Rapat Kreditur Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
TRIBUN-TIMUR.COM - Pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar Rapat Kreditur Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dialami oleh warga negara asing (WNA) Singapura sebagai ahli waris PT Krama Yudha Rozita dan Ery.
Kuasa hukum ahli waris PT Krama Yudha, Damian Renjaan mengatakan, rapat digelar untuk mencocok utang-piutang dan karena kliennya sedang sakit seharusnya rapat tersebut ditunda namun terkesan 'dipaksakan' untuk tetap lanjut sehingga diserahkan surat pernyataan yang berisi tentang tanggapan atas tagihan Rp1,2 triliun yang diajukan penggugat.
Damian Renjaan mengatakan, kliennya menolak adanya utang karena Akta 78 yang menjadi dasar tagihan adalah pemberian bonus dari alm Pak Sjarnoebi Said untuk kesejahteraan tiga saudaranya dan satu temannya yang semuanya telah meninggal dunia sehingga kliennya hanya bersedia memberikan kebijaksanaan sekitar 21 miliyar.
"Surat pernyataan yang berisi tanggapan terhadap tagihan yang diajukan sebesar Rp1,2 triliun. Beliau hanya mau memberikan sekitar 21 Miliar sekian," kata Damian seperti rilis diterima Tribun Timur, Jumat (16/8/2024).
Jumlah Rp21 miliar itu diberikan atas dasar kebijaksanaan yang diberikan oleh kliennya karena pada faktanya tidak ada utang.
Surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh Ery dan Rozita selaku ahli waris PT Krama Yudha tersebut telah diserahkan kepada forum dalam rapat kreditur.
"Intinya adalah Ibu Rozita dan Pak Ery membantah tagihan sebesar 1,2 triliun. Kemudian atas dasar kebijaksanaan, beliau hanya mau memberikan sebesar 21 Miliar sekian tadi. Itu Pointnya," jelasnya.
Damian mengatakan bahwa akibat putusan pailit ini, kliennya akhirnya jatuh sakit karena beban mental yang dialami sehingga berharap proses ini berjalan sesuai hukum yang berlaku.
"Mungkin harapan kita kedepannya supaya proses ini berjalan dengan baik. Kasihan, ibu dan anak ini benar-benar sangat merasa terdzolimi sekali."
"Beban mental terhadap tagihan yang sebesar ini sangat benar-benar menguras mental beliau hingga jatuh sakit," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam kasus ini Rozita dan Ery merupakan orang yang tidak tahu menahu tentang kesepakatan di hadapan notaris SP Henny Singgih pada 20 April 1998, yang menghasilkan akta notaris dengan nomor 78 (akta 78).
Kedua kliennya tidak mengetahui perihal akta 78 karena hanya berstatus ahli waris.
"Akta itu ditandatangani oleh Kakek dari Pak Ery (Debitur 2) atau Mertua dari Bu Rosita (Debitur 1). Sehingga mereka sama sekali tidak tahu perjanjian ini (akta 78)." jelasnya.
Kemudian, atas status pailit tersebut kedua kliennya mengajukan kasasi karena keduanya merasa tidak menandatangani perjanjian tersebut.
Selain itu, tidak ada rapat umum pemegang saham (RUPS) yang berisi tentang pemberian laba bersih dari PT Krama Yudha pada perseroan.
Sosok Ali Muhtarom Hakim Tersangka Suap, Ketahuan Sembunyikan Rp5,5 M di Bawah Kasur |
![]() |
---|
Jejak Rekam 3 Hakim Disuap Rp22 M dari Pengadil Jenderal, Habib Rizieq, Hasto, hingga Novel Baswedan |
![]() |
---|
Alumnus Akpol 94 Brigjen Mukti Juharsa Cawe-cawe Kasus Korupsi Timah, Jadi Admin Grup 'New Smelter' |
![]() |
---|
Gagal Transaksi Bisnis Otomotif, Warga Mesir Jadi Juru Masak Kebab di Makassar |
![]() |
---|
Rafael Alun 'Disetrap' 18 Menit Sebelum Vonis 14 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.