Opini
Lontara Sebagai Pusaka atau Pustaka
Di antara banyaknya suku bangsa di Indonesia salah satu yang mempunyai tradisi tulis adalah suku Bugis, makassar di Sulawesi Selatan.
Atas asumsi ini menjadi dugaan tradisi tulis baru dimulai di awal abad ke-14 atau pada akhir abad ke-13, sejak itulah tradisi tulis dimulai sebagai pengabadian buah pikiran, dan sebagai perekaman beberapa kejadian di Sulawesi Selatan.
Sedangkan awal penciptaan lontara diciptakan oleh seorang syahbandar yang menjabat sebagai Tumailalang (Menteri urusan istana luar dan dalam negeri) di kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa ke IX Daeng matanre Karaeng Manguntungi (1510-1546), syahbandar tersebut bernama Daeng Pamatte.
Alasan aksara ini dibuat yakni dengan alasan pada saat itu kerajaan Gowa ingin menuliskan apa yang mereka ucapkan agar bisa menuliskan kejadian-kejadian pada masa itu.
Aksara Lontara pada masa ini disebut sebagai aksara Lontara Toa atau jangang-jangang (Burung).
Dalam perkembangannya aksara Lontara berubah nama pada saat agama islam dianut oleh mayoritas masyarakat Sulawesi Selatan, aksara Lontara yang mengalami perubahan ini disebut Lontara Bilang-Bilang biasa diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah hitungan, Lontara bilang-bilang ini diperkirakan muncul pada abad ke-16 yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XIV Sultan Alauddin (1593-1639).
Perubahan bentuk aksara Lontara bukan hanya sekedar perubahan biasa atau hanya keinginan perubahan untuk menyempurnakan aksara Lontara, melainkan perubahan itu terjadi karena, menandakan terjadinya suatu revolusi yang tidak hanya merombak huruf aksara, tetapi juga merombak tatanan masyarakat, kehidupan sosial politik dan ideologi tentunya mengalami perubahan.
Lontara sebagai ilmu pengetahuan
Pada zaman yang berlangsung sekitar 3 abad lamanya, naskah Lontaraq menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Karena naskah lontaraq dijadikan suatu benda Pustaka yang sangat penting, naskah Lontara bukan hanya dipelajari oleh intelektual di zamannya, bahkan masyarakat biasa pada zaman itu juga ikut mempelajarinya.
Naskah yang memuat soal kejadian-kejadian pada zaman itu, silsilah Raja-raja, dan bahkan sejarah kerajaan-kerajaan, semuanya ada dalam naskah lontara tersebut.
Bukan hanya itu, naskah Lontara dijadikan sebuah ilmu pengetahuan dikarenakan, di dalam naskah juga memuat berbagai ramalan tentang hari baik dan buruk, bukan hanya membicarakan nasib dan peruntungan, tetapi juga memuat perkiraan tentang turunnya hujan atau datangnya musim kemarau yang Panjang.
Selain itu, dikenal lontara pa’bura, yang berisi tentang tata cara pengobatan, jenis-jenis penyakit dan resep pembuatan obat.
Lontara pa’bura adalah salah satu diantara naskah yang sangat penting di zamannya, dan masih banyak lagi lontara.
Makanya tidak salah masyarakat dulu menjadikan naskah lontaraq sebagai ilmu pengetahuan.
Akan tetapi lontara yang dijadikan sebagai ilmu pengetahuan tidak bertahan lama.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.