Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kotak Kosong dan Penghinaan Kaum Intelektual

jika kandidat yang merasa yakin bisa mengalahkan calon lain, mengapa dia dan kelompoknya ingin mendorong untuk berhadapan dengan kotak kosong?

Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM
Opini Saparuddin Santa, Direktur Eksekutif Visi Indonesia Consulting 

Mereka bisa saja mengatakan dan yakin bahwa mereka akan menang dalam menghadapi kotak kosong, tapi jangan lupa bahwa, orang Sulsel jika merasa terhina dan direndahkan maka akan melakukan perlawanan secara serentak dan massif.

Ini sudah terbukti di Pilkada Wali Kota tahun 2018 lalu. Saat kelompok pasangan Appi-Cicu, memborong 10 partai politik dan menghadapi kotak kosong.

Nafsu zoon politik untuk berkuasa penuh di Sulsel mestinya diarahkan untuk membangun demokrasi yang sehat dan memberikan pembelajaran politik bagi generasi.

Bahwa politik tidak melulu tentang uang dan kuasa.

Yang lebih penting adalah, cara yang digunakan dalam memenangkan hati rakyat, demi tujuan murni, yaitu mensejahterahkan masyarakat dan memajukan daerah.

Jangan lagi masyarakat (pemilih) dianggap bodoh dan tidak mengerti bahwa proses, misalnya, memperoleh dukungan dari partai-partai politik adalah hal yang normatif, yang hanya berdasarkan popularitas dan elektabilitas calon yang diusung.

Sudah jadi rahasia umum, bahwa di balik dukungan partai politik untuk mengusung calon, ada banyak variabel, dan variabel penentu sesungguhnya bukan faktor popularitas dan elektabilitas, tetapi kuasa dan kapasitas finansial calon. Jargon bahwa partai gratis adalah lips service yang masyarakat sudah tahu, bahwa itu ibarat kentut, tidak terlihat tapi baunya tercium dimana-mana.

Semua keputusan politik yang lahir dalam proses kepemimpinan daerah dan nasional bukanlah proses yang natural, semua sudah direncanakan dan di desain oleh mereka-mereka yang menginginkan kuasa. Seperti kata Franklin D Roosevelt, Presiden Amerika ke-32, “

Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh bahwa itu direncanakan seperti itu.”

Munculnya arah dan tanda bahwa Pilgub Sulsel akan hanya ada satu pasang calon menghadapi kotak kosong adalah sebuah alarm bagi demokrasi sekaligus pesan serius bagi kaum intelektual Sulsel untuk kembali menunjukkan diri sebagai kaum yang tidak bisa “dibeli” oleh pengaruh dan kuasa apapun.

Kaum intelektual ini tidak terbatas pada akademisi ataupun kalangan pelajar dan mahasiswa, tapi seluruh warga Sulsel yang menyadari situasi bahwa Sulsel sedang ingin di jadikan sebagai tempat dan milik pribadi kelompok atau golongan tertentu.

Dan jika itu benar terjadi di Pilkada Sulsel November nanti, saya akan menjadi satu diantara jutaan warga Sulsel berdiri tegak di kotak kosong.

Perlawanan ini tidak melanggar apapun, sama tidak melanggarnya dengan yang “memaksakan” diri untuk hanya satu pasang calon.

Tabe, #SayaKotakKosong.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Rusuh

 

Rusuh

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved