Opini
Tak Pernah Merencanakan Masa Depan
Di desa ini, Pabittei memang cukup terpandang. Selain karena memangku jabatan kepala sekolah, rasa hormat tumbuh berkat asal-usul Pabittei.
Bayi laki-laki yang lahir itu merupakan anak pertama pasangan Pabittei-Saodah. Kulitnya merah dan kelihatan sehat.
Tatkala subuh menjadi pagi, seisi desa pun mengetahui bahwa telah bertambah penghuni desa.
Mereka berbondong-bondong ke rumah kepala sekolah tersebut, melihat penghuni baru sekaligus memberikan selamat.
“Siapa namanya yang diberikan,” seorang penduduk yang berkunjung bertanya.
“Achmad Amiruddin,” jawab Pabittei sembari mengembangkan senyum bahagia.
Bayi tersebut tumbuh sehat. Pipinya merah. Matanya tajam menatap orang menggodanya. Kedua kakinya menendang-nendang bila ada yang mengangkatnya.
Setahun setelah lahirnya anak pertama, keluarga Pabittei kembali dikaruniai anak.
Malang bayi yang lahir, tidak berusia panjang. Setelah kemalangan tersebut, keluarga Pabittei kembali dikaruniai anak yang tumbuh sehat.
Bahkan, Amiruddin memiliki tujuh bersaudara masing-masing: Dewi, Halifah, Aminah, Melati, Ismail, dan Abd.Latief.
Amiruddin tumbuh menjadi bocah yang lesak (selalu ingin bergerak, tidak dapat tenang).
Keluarganya maupun penduduk di desa memanggilnya Madek.
Bahkan, panggilan kecilnya itu lebih melekat dibandingkan nama sesungguhnya.
Pada saat ini, Madek diasuh oleh neneknya, Daeng Maccinong.
Nenek yang pernah menjadi istri Arung Matowa Wajo ini, bukan nenek kandung Madek, melainkan saudara neneknya.
Ia tidak memiliki anak, sehingga mengambil Madek untuk diasuh. Sesungguhnya, ayahnya tidak rela Madek diasuh nenek.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.