Opini
Membangun Toleransi Sejak Dini Melalui Keluarga
Namun tidak dapat dinafikkan kemajemukan tersebut berpeluang menciptakan perbenturan sosial yang tidak dapat dihindari hingga resiko konflik.
Ini membantu mereka memandang perbedaan sebagai sesuatu yang indah, bukan sebagai sumber konflik, tetapi sebagai aspek yang memperkaya pengetahuan mereka.
Kedua, menunjukkan sikap terbuka, saling menghormati dan menghargai.
Jika setiap anggota keluarga memahami peran dan posisi masing-masing, rasa saling menghormati akan tumbuh.
Ini sangat penting sebagai bekal individu untuk berinteraksi di masyarakat.
Keterbukaan dalam berbagai aspek juga sangat dibutuhkan.
Leah Adams dan Marjory Ebbeck seorang dosen di Eastern Michigan University dan University of South Australia menulis sebuah karya The Early Years and Development
of Tolerance.
Pada tulisan tersebut keduanya mengungkapkan bahwa orang tua sepatutnya menanamkan pemahaman moral kepada anak-anaknya sejak usia 2 tahun.
Di mana mereka berupaya menciptakan situasi yang mendukung.
Orang tua bersedia mendengarkan, peka terhadap perasaan anak, memberikan jawaban yang logis serta melontarkan pujian.
Sebaliknya, orang tua yang menceramahi, mengancam, atau melontarkan komentar sinis tidak akan merubah sikap anak.
Unsur ketiga, sikap saling menghargai. Menerapkan sikap ini memang tidak mudah.
Seringkali dalam keluarga, kita cenderung mengharapkan seseorang untuk menjadi seperti yang kita inginkan, serta mengendalikan dan membatasi kebebasan mereka.
Di dalam keluarga, orang tua dan akan harus saling menghormati keinginan dan prinsip masing-masing.
Pada dasarnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan sesuatu yang dimiliki.
Karakter ini akan membawa kita pada sebuah perasaan kecenderungan untuk menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan. Lambat laun kita akan menuntut lebih tanpa mempetimbangkan keterbatasan orang lain.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.