Opini
Janda adalah Perempuan Terburuk?
Menjadi seorang perempuan adalah hal yang sulit karena kerap mendapatkan stigma-stigma tertentu dari masyarakat yang selalu menyimpang.
Oleh: Andi Fasyah Azzahra Aras
Mahasiswa Politeknik STIA LAN Makassar
“Kamu itu janda, bersyukur masih ada laki-laki yang suka!” Kalimat toxic yang selalu dilontarkan kepada perempuan yang bercerai alias janda.
Menjadi seorang perempuan adalah hal yang sulit karena kerap mendapatkan stigma-stigma tertentu dari masyarakat yang selalu menyimpang.
Misalnya saja perempuan yang tidak hamil hamil pasti disudutkan, perempuan yang memutuskan untuk childfree di hakimi, perempuan yang menikah muda pasti di gosipkan, perempuan yang terlalu fokus kerja sampai menunda-nunda menikah dikata-katain nanti jadi perawan tua dan perempuan yang menjadi seorang janda pasti di kucilkan.
Di antara seluruh stigma buruk terhadap perempuan, terdapat satu stigma yang sangat memprihatinkan dan sudah selayaknya untuk dihentikan.
Yakni, stigma yang selalu memberi kesan negatif kepada perempuan yang berstatus janda.
Budaya kita selalu memberi kesan negatif kepada janda. Janda adalah perempuan yang tidak bersuami lagi karena bercerai atau karena ditinggal mati suaminya.
Dilihat dari pengertiannya sah-sah saja dan tidak ada makna negatif tetapi mengapa janda masih dicap sebagai hal yang buruk?
Tampaknya seorang janda itu identik dengan perempuan liar dan bebas, bahkan sebutan “pelakor” juga disematkan kepada mereka.
Apalagi semakin berkembangnya zaman dan teknologi, pandangan terhadap para janda tetap sama buruknya, baik dari media lagu, film, maupun sinetron selalu memperkuat stigma negatif yang sudah ada di masyarakat dan menghambat upaya untuk mengubah pola piker terhadap perempuan berstatus janda.
Padahal tentu saja tidak ada satu orang perempuan pun yang menikah dan sengaja ingin menjadi janda.
Semua perempuan yang akhirnya berstatus sebagai janda pasti memiliki alasannya masing-masing yang tentu saja rasional.
Perempuan menjadi janda disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari diri sendiri, pasangan, juga faktor eksternal.
Dari data menurut laporan Statistik Indonesia, sepanjang tahun 2023 ada 463.654 kasus perceraian di Indonesia dan cerai gugat diajukan pihak istri dan telah diputuskan oleh pengadilan.
| Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual |
|
|---|
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|
| Desentralisasi Kehilangan Nafas: Ketika Uang Daerah Mengendap |
|
|---|
| Membedah Proses Kreatif Menulis KH Masrur Makmur |
|
|---|
| Transformasi Unhas, Melawan Kebencian dan Irasional |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.