Opini
Dilema Defisit Anggaran Negara
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia bahkan menyebut secara lugas jika penerimaan negara tidak akan mampu mencapai target.
Oleh: Haris Zaky Mubarak, MA
Analis, Konsultan dan Progrram Doktoral Universitas Indonesia
Anggaran Besar dan Pendapatan Belanja (APBN) 2025 yang besar seperti terjadi saat ini dikhawatirkan membuat ruang gerak dari kerja pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengalami kesulitan yang berarti utamanya dalam melakukan akselerasi ekonomi.
Besarnya kekhawatiran ini muncul karena dipicu oleh kondisi APBN yang mengalami defisit sangat tinggi dan memberi tekanan berarti karena banyaknya pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang masa akhir jabatannya.
Tingginya pengeluaran negara jelang akhir jabatan Presiden Jokowi ini pun diakui terbuka.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) bahkan menyebut secara lugas jika penerimaan negara tidak akan mampu mencapai target.
Fakta rasionalnya, belanja negara saat ini lebih tinggi dari rencana. Sebagai akibatnya, defisit anggaran diproyeksikan melebar dari 2,29 persen menjadi 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Sebelumnya berdasarkan data yang terjadi pada semester II Tahun 2024, Kemenkeu RI memperkirakan jika setoran perpajakan sampai akhir tahun 2024 hanya bisa mencapai Rp2.218,4 triliun atau 96 persen dari target awal APBN 2024 sebesar Rp 2.309,9 triliun. (Kemenkeu RI, 2024).
Walaupun kinerja penerimaan perpajakan tak terlalu meningkat, dari sudut pandang pemerintah dalam hal ini Kemenkeu RI masih optimis memandang jika setoran pajak untuk penerimaan negara masih mampu mencapai target maksimal.
Salah satu dasarnya ialah penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), khusus untuk tahun ini bahkan diproyeksikan mencapai Rp549,1triliun atau 111,6 persen dari target
APBN.
Ini semakin mempertegas kondisi keuangan negara berada dalam kondisi terjepit dari batas aman.
Efesiensi Kerja
Melihat realisasi APBN 2024, pemerintah mau tak mau memang harus memasang alarm waspada karena jika dicermati hingga semester I- 2024 posisi APBN tercatat memiliki defisit senilai Rp77,3 Triliun atau setara 0,34 persen dari PDB.
Bila dianalisis secara mendalam itu artinya selama enam bulan terakhir pendapatan negara sudah mencapai Rp1.320,7 Triliun atau 47 persen dari target APBN 2024. (Kemenkeu RI,
2024).
Melihat perolehan capaian hasil target yang lebih rendah tersebut tentu tak dapat disimpulkan jika hasil itu merupakan capaian buruk tetapi penting disadari jika pemerintah juga harus cermat mengevaluasi realisasi penerimaan pajak ini termasuk juga menyelediki mengapa masih lebih rendah dibandingkan periode sama yang terjadi pada tahun lalu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.