Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Revitalisasi Penjaringan Pemimpin di Pilkada, Pileg dan Pilpres

Kenapa? Kita “dipaksa” memilih orang asing; tak kita kenal pada Pemilihan Umum (Pemilu).

|
Editor: Sudirman
Ist
Lucky Caroles, Pengamat transportasi yang kesehariannya bekerja sebagai dosen Transportasi dan Teknik Prasarana di Sekolah Pascasarjana Unhas Makassar 

Sehingga, jika pemahaman itu saya masukkan dalam sistem PILKADA/PILPRES/PILEG, seharusnya orang yang punya kompetensi, sudah teruji, bukan karena faktor “populer/elektabilitas”.

Jujur, saya hampir muak dengan kata itu, karena bagi saya kata-kata itu sangat sempit artinya.

Kita memilih bukan memilih sosok populer, bukan memilih orang karenaelektabilitasnya tinggi.

Kalau hanya itu yang menjadi faktor pertimbangan bagi partai, maka produk yang akan dihasilkan tentunya cukup mencari orang yang populer dan elektabilitas tinggi saja.

Namun tidak bisa atau tidak maksimal dalam bekerja/melayani masyarakat, dan itu sama saja mendegradasi level pemilihan umum pada level “lomba atau pertandingan sekelas 17-an”.

Kalau kita mau mengatakan seharusnya “pesta demokrasi” itu adalah memilih pemimpin yang punya kapabilitas, teruji oleh publik, dan punya rekam jejak yang cakap, bukan yang populer atau punya elektabilitas tinggi.

Saya rasa kata populer dan elektabilitas tinggi bersifat eksklusif atau dengan kata lain “orang langitan” dan hanya dimiliki oleh kaum-kaum tertentu seperti artis, orang berduit, atau orang-orang yang sering tersorot oleh media.

Bahkan dengan istilah ini memunculkan industri baru dengan sistem kerja mengangkat popularitas seseorang secara “instan” dengan berbagai cara (mungkin contohnya tren berdirinya lembaga survei).

Akhirnya, kita menjadi orang-orang yang memproduksi “calon/pemimpin karbitan” dari sistem tersebut dan tentunya kita tahu juga kalau ongkosnya tidaklah sedikit, alih-alih mencari pemimpin dari orang yang memiliki kapabilitas, integritas, dan teruji oleh publik.

Saya tidak pandai merangkai kata-kata. Berikut ini hal-hal yang menurut saya perlu kita ubah untuk memperbaiki sistem demokrasi kita yang sudah sangat jauh tersesat:

1. Sistem Penjaringan Bakal Calon

Jangan diserahkan kepada partai, melainkan kepada lembaga independen yang bertugas menelusuri semua komponen masyarakat yang memiliki kapabilitas, kompetensi, dan integritas yang benar-benar sudah lolos dari uji publik melalui berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh orang tersebut.

2. Penggunaan Istilah

Jangan lagi menggunakan kata "Penguasa" dan "Petinggi" karena itu mudah diartikan sebagai "Penguasa" yang berarti memiliki wewenang hampir tak terbatas.

3. Pemilihan Pemimpin

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved