Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Menimbang Kemungkinan Kabinet Prabowo - Gibran

Meski pun dalam sejarah sengketa PHPU, baru kali ini diwarnai ada perbedaan pandangan di antara kedelapan Hakim MK.

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Menimbang Kemungkinan Kabinet Prabowo - Gibran
Ist
Fadli Andi Natsif, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Paling tidak bentuk pengawalan yang dapat dilakukan adalah bagaimana agar presiden dan wakil presiden yang telah ditetapkan oleh KPU dalam hal ini Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dapat menjalankan pemerintahannya sesuai dengan janji-janji nya dalam debat capres/cawapres lalu.

Pelaksanaan pemerintahan Prabowo - Gibran, banyak dipengaruhi dengan komposisi atau postur pemerintahan (kabinet) yang akan dibentuknya nanti (2024 - 2029). Beberapa kemungkinan yang dapat diuraikan secara singkat dalam opini ini.

Pertama. Kalau mau dibilang konsisten, maka postur kabinet yang akan membantu pemenuhan visi misi pemerintahan Prabowo - Gibran, akan diisi oleh para parpol pengusungnya.

Ada 4 parpol utama dan memiliki kursi di parlemen (DPR RI), yaitu Gerindra, Golkar, PAN dan Demokrat.

Selebihnya parpol yang tidak memiliki kursi di DPR, karena berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak lolos atau tidak memiliki presentasi suara secara nasional -- dibawah 4 persen suara berdasarkan ketentuan ambang batas perwakilan atau parliamentary threshold (PT), yaitu PBB, Gelora, Garuda, dan PSI.

Pertimbangannya kalau postur pemerintahan Prabowo - Gibran hanya diisi oleh parpol pendukung, maka presentasi kekuasaan eksekutif nya tidak mengimbangi struktur kekuasaan parpol yang duduk di legislatif.

Berdasarkan presentasi suara 4 parpol pendukung yang memiliki kursi di DPR, yaitu Gerindra (86), Golkar (102), PAN (48), dan Demokrat (44), hanya kurang lebih 48 persen.

Sedangkan parpol yang tidak masuk dalam gerbong pendukung prosentase kursinya lebih banyak, yaitu PDIP (110), Nasdem (69), PKB (68), dan PKS (53), kalau diakumulasi sekitar 52 persen. (www.kpu.go.id, yang diolah oleh Litbang Kompas).

Oleh karena adanya ketidakseimbangan prosentasi kursi di DPR antara parpol pendukung dan parpol lain yang tidak mendukung, maka Prabowo - Gibran kelak tidak merasa nyaman bekerja karena parpol pendukung lebih sedikit prosentasinya di DPR dibanding parpol yang tidak mendukung.

Itulah sebabnya begitu ada putusan MK dan kemudian kemenangannya ditetapkan oleh KPU, maka mulai "bergerilya" melobby parpol lain yang kalah dalam pilpres untuk bisa bergabung memperkuat postur pemerintahannya nanti di kabinet.

Adanya ketidakseimbangan pemerintahan sistem presidensial dengan sistem multipartai dalam pemilu di Indonesia, seperti pemilu 2024 ini, sudah dikaji oleh Hanta Yuda AR dalam bukunya Presidensialisme Setengah Hati Dari Dilema ke Kompromi (2010).

Dalam awal bukunya dikatakan ketidakstabilan pemerintahan dalam sistem presidensial semakin nampak bila dipadukan dengan sistem multipartai.

Alasannya karena presiden yang terpilih bisa jadi melahirkan presiden yang minoritas dari prosentasi kursi DPR yang mendukungnya.

Kekhawatiran ini lah harus disadari oleh Prabowo - Gibran.

Menyadari bahwa parner kerjanya kelak dalam menjalankan pemerintahan bukan lagi rakyat yang memilihnya sebanyak 58 persen, tapi parpol yang memiliki kursi di DPR.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Rusuh

 

Rusuh

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved