Opini
Rusia Diguncang Teror Mematikan
Kini kebahagiaan tersebut sirna dengan kasus serangan terorisme penembakan massal yang terjadi di tempat konser Crocus city Dekat Moskow pada Jumat.
Oleh: Edi Abdullah
Widyaiswara Muda/Pengamat Terorisme dan Radikalisme Puslatbang KMP LAN
BARU saja Presiden Rusia Vladimir Putin menikmati kemenangannya Pemilu Rusia.
Kini kebahagiaan tersebut sirna dengan kasus serangan terorisme penembakan massal yang terjadi di tempat konser Crocus city Dekat Moskow pada Jumat (22/3/2024).
Kasus ini menewaskan kurang lebih 137 orang warga Rusia. Tentunya Pemerintah Rusia akan memburuh siapapun yang terlibat dalam serangan tersebut termasuk aktor intelektualnya.
Kini kelompok ISIS mengakui bertanggung jawab atas serangan tersebut, meskipun demikian Pemerintah Rusia tidak mudah percaya begitu saja pada pengakuan ISIS sebagai dalang di balik serangan terorisme mematikan tersebut.
Bahkan Rusia menduga kemungkinan Ukraina dan Amerika Serikat berada di balik serangan bersenjata yang paling mematikan yang terjadi di Negara Rusia.
ISIS kembali menjadi pihak yang dituduh oleh Amerika Serikat dan Ukraina bertanggung jawab atas serangan tersebut hal ini diperkuat dengan penyataan ISIS sebagai pihak yang bertanggungjawab atas serangan tersebut.
Jika menelusuri peperangan Rusia Vs Ukraina yang masih berlangsung maka bisa saja serangan tersebut dilakukan oleh pihak Ukraina untuk memberikan pelajaran kepada Rusia atas tindakan Rusia yang menyerang dan mencaplok wilayah ukraina melalui serangan militernya.
Bahkan saat ini Rusia bukan lagi menghadapi Ukraina juga pasukan NATO dan Tentara Bayaran.
Serangan bersenjata di Rusia dan pengakuan ISIS sebagai dalang di balik serangan tersebut berpotensi untuk kembali memunculkan Islamofobia di dunia bahkan di Negara Rusia.
Padahal PBB akhirnya resmi menetapkan tanggal 15 Maret 2022 yang lalu sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia.
Tentunya hal ini menjadi sejarah baru barat dan tatanan dunia dalam melihat Islam secara utuh bukan sepenggal-penggal dengan menggunakan isu terorisme, Radikalisme yang pada ujungnya justru membuat masyarakat dunia ketakutan dan menyebabkan Islamofobia terjadi dimana-mana.
Kita tentunya masih ingat betul bagaimana serangan bersenjata di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru yang menewaskan kurang lebih 51 orang dan puluhan luka-luka.
Semua ini tentunya tidak terlepas dari propaganda Barat yang awalnya menggunakan isu terorisme untuk membenarkan sikapnya dalam melakukan invasi ke negara-negara Timur Tengah seperti Irak, Libya, Afghanistan, Suriah.
Isu terorisme yang diangkat oleh USA sukses memporak-porandakan negara tersebut dan menebarkan Islamofobia di tengah masyarakat dunia.
Kini saatnya kita mengikuti dunia internasional yang menandai perspektif baru dalam melihat Islam yang berusaha membangun paradigma baru dengan keluar dari Islamofobia yang terbentuk dari politik isu terorisme serta radikalisme.
Proses labelisasi terorisme tentunya sangat berbahaya bagaimana kehancuran Irak tidak lepas dari proses labelisasi senjata pemusnah massal yang dibuat oleh barat yakni Amerika dan sekutunya.
Namun, nyatanya hingga saat ini senjata tersebut belum pernah ditemukan meskipun Saddam Hussein telah tewas digantung.
Demikian pula yang terjadi pada Libya dan Afghanistan label terorisme menjadi pembenaran Amerika serikat beserta sekutunya NATO untuk menyerang negara berdaulat tersebut namun hasilnya apa ,saat ini Taliban kembali berkuasa di Afghanistan.
Label terorisme, radikalisme telah menjadi isu yang membawa ketakutan dunia terhadap umat Islam sehingga memunculkan Islamofobia, menyadari hal itu Amerika serikat sekitar Desember 2021 yang lalu telah menyetujui proposal dari partai Demokrat untuk membentuk Lembaga khusus Memerangi Islamophobia.
Hal ini tentunya menjadi tanda bahwa Amerika Serikat telah keluar dari kampanye Internasionalnya dengan mengangkat isu terorisme yang selama ini berhasil dibentuk di dunia dan menghancurkan Negara-negara Timur Tengah.
Dmenyebarkan isu terorisme dan radikalisme, bahkan banyak dugaan muncul bahwa ISIS tidak lain adalah bentukan dari Amerika Serikat yang kemudian mereka perang lagi.
Kita tentunya berharap perubahan Politik luar negeri amerika serikat yang akan memerangi islamophobia membawa dampak bagi Indonesia sendiri, dengan tidak lagi menjadikan isu Terorisme dan radikalisme sebagai hal liar yang laksana bola api yang terus menggelinding ditengah masyarakat.
Demikian Pula penanganan kasus terorisme selama ini jangan hanya melibatkan Densus 88 semata namun juga melibatkan TNI sehingga hasilnya lebih transparan.
Selama ini tidak ada lembaga yang mengawasi densus 88 dalam melaksanakannya tugasnya, padahal transparansi sangat penting sekali apalagi kecenderungan teroris selama ini selalu diarahkan hanya pada kelompok tertentu.
Jika merujuk UU terorisme terbaru yakni UU Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU nomor 1 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Jika merujuk pada pasal 2 UU terorisme dalam pasal 2 mendefinisikan “terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
Kemudian pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disebut “Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan,nyawa dan kemerdekaan, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berbahaya.
Demikian definisi terorisme yang merujuk pada perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, tentunya kita harus memahami betul bahwa terorisme adalah bentuk perbuatannya bukan kepada bentuk fisik semata maupun cara berpakaian semata, atau ditujukan kepada agama tertentu.
Dan Presiden Rusia Vladimir Putin pernah berkata “kami tidak menganggap muslim sebagai masalah, itu hanya Rekayasa Amerika serikat, terorisme misalnya, kapan islam di label dengan terorisme? Setelah perang dingin berakhir, Amerika butuh musuh baru agar industrinya berputar”.
Namun akankah pengakuan ISIS sebagai dalang serangan tersebut akan mengubah paradigma Vladimir Putin dan warga Rusia terhadap Islamofobia.
Namun tentunya saat ini Pemerintah Rusia masih belum yakin dan melakukan pernyataan keras akan dalang dibalik serangan bersenjata mematikan tersebut, dan tentunya saat ini perang Rusia VS Ukraina masih berkobar, dan berbagai strategi peperangan dan balasan akan ditempuh dengan berbagai cara untuk memenangkan peperangan, termasuk pelibatan terorisme.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.