Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Catatan di Kaki Langit

‘Jalan Tengah’ Rukyat - Hisab

Ilmunya sekedar dipakai untuk memastikan secara tepat titik di ufuk barat di mana hilal akan diamati/dilihat dengan mata kepala.

Editor: Sudirman
DOK TRIBUN TIMUR
Prof M Qasim Mathar 

Oleh: M Qasim Mathar

Dari Pesantren Matahari di Dusun Mangempang Maros

Seorang ilmuwan yang mahir dalam ilmu falak dan ilmu astronomi, dengan kemahirannya itu, dia bisa memastikan posisi hilal sebagai awal bulan-bulan Hijriah, tentu saja termasuk memastikan awal bulan Ramadhan, bulan Syawal dan bulan Zulhijjah.

Namun, dia tidak akan memulai dan mengakhiri puasa bulan Ramadhan, berhari raya/salat Idul Fitri, dan berhari raya/salat Idul Adha kecuali setelah dia mengkonfirmasi pengetahuannya itu dengan pengamatan/melihat dengan mata kepala hilal awal bulan itu.

Ilmunya sekedar dipakai untuk memastikan secara tepat titik di ufuk barat di mana hilal akan diamati/dilihat dengan mata kepala.

Seorang ilmuwan yang lain juga mempunyai kemahiran yang sama dengan ilmuwan disebut di atas.

Dia merasa cukup dengan kemahiran ilmunya itu untuk memutuskan apakah hilal awal Ramadhan sudah wujud untuk memulai berpuasa.

Hilal awal Syawal sudah muncul untuk mengakhiri puasa Ramadhan, dan hilal awal Zulhijjah sudah muncul untuk menetapkan hari raya/salat Idul Adha pada 10 Zulhijjah, tanpa perlu kepada pengamatan untuk melihat dengan mata kepala hilal-hilal awal bulan Hijriah tersebut.

Ilmuwan pertama menganut mazhab Rukyat. Keyakinan keagamaannya untuk beribadah puasa Ramadhan dan beribadah Adha Zulhijjah, wajib berdasarkan Rukyat, mengamati/melihat hilal awal bulan.

Dalil Alquran dan hadis yang sekaitan, dipahami dengan melihat hilal dengan mata kepala.

Sedang ilmuwan kedua menganut mazhab Hisab.

Keyakinan keagamaannya untuk melaksanakan ibadah/syariat, seperti memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan dan beribadah Adha bulan Zulhijjah, cukup didasarkan pada informasi ilmu pengetahuan.

Dalil Alquran dan hadis yang sekaitan, dipahami sebagai mengamati dan melihat dengan "mata" ilmu pengetahuan.

Pengamatan/penglihatan dengan mata kepala tidak diperlukan.

Kalau demikian, dapatkah kedua mazhab itu dipersatukan, atau adakah jalan tengahnya?

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved