Opini
Potret Toleransi Umat Beragama di Jantung Sulawesi
Karena pada dasarnya ajaran agama dapat di sebut agama ketika mengajarkan kedamaian kepada penganutnya.
Oleh: Sulham Faudzil Adim
Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama UIN Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Abdurrahman Wahid atau yang biasa di sapa Gus Dur, di dalam buku yang berjudul “Berislam Secara Toleran”, yang di tulis oleh seorang alumni Universitas Al-Azhar di Mesir bernama Irwan Masduqi, mengatakan bahwa Toleransi memang mengizinkan seseorang untuk memperkenalkan kepercayaannya kepada orang lain namun tidak ada paksaan untuk menerimanya.
Seperti yang diketahui, semua ajaran agama mengajarkan ajaran kedamaian.
Bahkan hal itu merupakan suatu hal yang mutlak bagi sebuah ajaran agama.
Karena pada dasarnya ajaran agama dapat di sebut agama ketika mengajarkan kedamaian kepada penganutnya.
Untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis dalam beragama, berdialog dengan orang-orang yang berbeda iman merupakan salah satu jalan untuk membangun kesadaran umat beragama.
Dalam hal ini yang paling berperan adalah para pemuka agama.
Karena para pemuka agama merupakan orang-orang yang memiliki pemahaman atas ajaran agama, sehingga mereka mampu untuk memberikan cerminan terhadap masyarakat awam untuk saling memahami dengan penganut agama lain.
Toleransi di Tanah Seko
Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, budaya, bahasa dan agama.
Di Indonesia terdapat begitu banyak kekayaan akan keberagaman yang melimpah.
Salah satunya dapat kita lihat dari daerah pelosok negeri, seperti di tanah Seko.
Seko adalah suatu daerah yang merupakan Kecamatan yang terletak di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan, yang letaknya juga berbatasan langsung dengan dua Provinsi, yaitu Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, sehingga daerah Seko mendapat julukan sebagai jantung Sulawesi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.