Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Irasionalitas Politik dan Matinya Kebenaran

Dalam memenangkan kontestasi, para politisi senang menebarkan misinformasi, pernyataan retoris dan klaim tanpa bukti.

Editor: Sudirman
Ist
Muhajir MA, Koordinator Paguyuban Ekosistem Informasi Sehat (PESAT) Sulsel 

Selama beberapa dekade, para psikolog telah melakukan eksperimen yang menunjukkan bahwa manusia tidak selalu serasional yang diperkirakan.

Dalam diri manusia tertanam apa yang McIntyre sebut sebagai bias kognitif, yang menjadi akar terdalam dari fenomena pasca-kebenaran.

Salah satu temuan klasik psikologi sosial telah menjelaskan bahwa manusia memiliki bias kognitif yang disebut
sebagai disonansi kognitif.

Teori ini menjelaskan jika manusia cenderung mencari keselarasan antara keyakinan, sikap, dan perilakunya, dan mengalami ketidaknyamanan psikis jika elemen-elemen ini tidak sejalan.

Untuk mengurangi disonansi kognitif, orang-orang cenderung mengubah atau membenarkan salah satu komponen yang bertentangan.

Misalnya mengubah perilakunya agar sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya.

Atau mencari pembenaran dengan mendukung argumen yang sesuai keyakinan mereka.

Maka dari itu, inti dari pasca-kebenaran bukan hanya tentang kebohongan, tapi bagaimana suatu informasi dipilih dan disajikan sesuai dengan pandangan pribadi orang-orang.

Bahkan ketika kebohongan digunakan untuk memanipulasi opini publik, tindakan tersebut tak bisa dianggap remeh.

Sebab tendensi kebohongan dalam pasca-kebenaran lebih berbahaya dibandingkan kebohongan biasa.

Vittorio Bufacchi (2020) mengatakan, inti dari kebohongan adalah bahwa si pembohong mengakui adanya kebenaran, namun memilih untuk menyampaikan kisah yang berbeda.

Sementara di era pasca-kebenaran si pembohong tidak hanya menyangkal fakta, melainkan juga bertujuan untuk meruntuhkan
infrastruktur teoretis yang mendasari kemungkinan membicarakan kebenaran.

Masih segar di ingatan ketika Donald Trump menuduh Tiongkok menciptakan konsep pemanasan global untuk menjadikan manufaktur AS tidak kompetitif.

Atau, pada Pilpres 2019 lalu, di mana Prabowo mengklaim kemenangannya.

Padahal baik hasil hitungan cepat KPU dan beberapa lembaga survei telah mengumumkan kemenangan Jokowi-Ma’ruf.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved