Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Stop 'Waspadai' Pemilu Curang

Kata Andika Perkasa, kalau (ada yang) berpikir di Pilpres kali ini tidak mungkin terjadi kecurangan (di Pemilu Pilpres 2024) itu namanya pura-pura.

Editor: Sudirman
Ist
Aswar Hasan, Dosen Fisipol Unhas 

Demikian juga ramai diberitakan sejumlah media, tentang pencopotan/ penurunan poster/baliho Ganjar - Mahfud di Bali oleh Satpol PP, seiring dengan kedatangan Presiden Jokowi dengan alasan mensterilkan lokasi.

Fenomena itu sudah menunjukkan adanya indikasi kecurangan dalam Pemilu.

Pemilu kali ini menurut penuturan T Mulia Lubis, pengacara senior dan pendiri lembaga pemantau Pemilu University Network for Free Election (UNFREL) pada Pemilu pertama 1999; Pemilu setelah Reformasi, terus mengalami kemunduran, sehingga patut diwaspadai.

Menurut laporan Majalah investigasi Tempo, saat ini tengah terjadi Otoritarianisme elektoral yang disokong oleh populisme politik, dimana masyarakat dibuai- untuk tidak mengatakan dimanipulasi oleh pencitraan dan kebijakan sesaat.

Seperti bagi-bagi sembako, (“termasuk uang”) di tengah kesulitan ekonomi dan menyempitnya ruang masyarakat sipil, publik dipaksa bersikap prakmatis dan “menerima” pemimpin yang populis.

Partai politik terjebak dalam pragmatisme, mereka mengecilkan dirinya semata sebagai tukang pungut suara.

Koalisi antar partai dibangun hanya untuk menyelamatkan diri sendiri tanpa kesamaan gagasan apalagi ideologi (Majalah Tempo,31/12/2023).

Pemilu curang dapat memiliki dampak negatif yang signifikan, seperti merusak integritas demokrasi, menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik, dan menciptakan ketidakstabilan sosial serta politik.

Selain itu, pemilu yang tidak adil juga dapat menghambat partisipasi politik yang sehat dan menghancurkan fondasi dasar sebuah negara demokratis.

Sementara itu, Pemilu yang sah dan adil merupakan dasar legitimasi pemimpin terpilih.

Jika terdapat bukti kecurangan dalam pemilu, penting untuk melibatkan lembaga hukum dan penyelidikan yang independen untuk menentukan keabsahan hasil serta memastikan keadilan demokratis.

Betapa tidak, karena pemimpin yang terpilih melalui Pemilu curang, cenderung kehilangan legitimasi karena proses demokratis yang seharusnya adil dan transparan telah terganggu.

Legitimasi pemimpin sangat terkait dengan kepercayaan masyarakat terhadap integritas proses Pemilu.

Jika pemimpin yang terpilih dipersoalkan legitimasinya, maka citranya sebagai pemimpin yang berterima di masyarakat akan menjadi persoalan serius dalam pengelolaan pemerintahan nantinya.

Karena itu, waspadailah keberlangsungan Pemilu, sehingga jauh dan terhindar dari praktik kecurangan, karena itu termasuk kejahatan dalam berdemokrasi yang akhirnya melahirkan pemimpin dari hasil praktik kejahatan demokrasi.

Jika itu terjadi, sungguh itu sebuah aib demokrasi bagi negeri ini, dalam melahirkan pemimpinnya.

Musibah itu, semoga tidak terjadi. Wallahu a’lam Bishshawabe.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Gen Z dan Politik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved