Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Aparat Desa 'Dipaksa' Berpolitik?

Juga batas kekuasaan yang mereka bisa jangkau serta pada situasi kapan mereka bisa terlibat dalam politik.

Editor: Sudirman
Ist
Fajlurahman Jurdi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 

Mereka disebut juga sebagai pemimpin kharismatik, yakni para pemegang kuasa non formal.

Para pengikutnya adalah warga yang setia dan memegang teguh norma-norma tradisional yang hidup dan dipatuhi di desa-desa.

Pada masyarakat modern, pemegang kendali kuasa kultural ini makin mengecil.

Sedangkan Kendali kuasa struktural dipegang oleh kepala desa, perangkat desa dan anggota badan permusyawaratan desa, sebab merekalah yang memegang administrasi pemerintahan dalam skala yang lebih kecil.

Dengan memegang kendali ini, maka catatan administrasi dan data masyarakat dipegang sepenuhnya oleh mereka.

Dalam konteks ini, data dan administrasi kependudukan ini dapat dimanipulasi untuk kepentingan kekuasaan diatasnya.

Misalnya, data orang miskin yang berhak menerima bantuan.

Validitas data ditentukan oleh Kendali kuasa struktural di desa.

Mereka yang menyerahkan nama-nama yang berhak menerima bantuan kepada kendali kuasa diatasnya.

Jika para kepala desa dan perangkat desa dikandang paksa masuk dalam skema politik kekuasaan dan berburu kuasa dalam Pemilu, maka mereka hanya akan menyerahkan nama-nama orang miskin yang memilih kandidat tertentu untuk menerima bantuan.

Atau mereka bisa menekan para penerima bantuan dari Negara itu dengan ragam alasan tertentu, tergantung perintah “juragan” yang punya kendali kuasa dan kepentingan politik di atasnya.

Untuk “menjauhkan” para pengendali kuasa struktural di Desa agar tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis dan tidak diarak dalam kompetisi Pemilu, maka UU Pemilu telah memberi batasan.

Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu menegaskan: “Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: h. kepala desa; i. perangkat desa; j. anggota badan permusyawaratan desa”.

Di Pasal 282 UU Pemilu, penegasan itu diulang lagi, bahwa; “pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalarn jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye”.

Ketentuan ini tidak berdiri sendiri. Sebab sebelumnya, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sudah mewanti-wanti bahwa: “kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik” dan “Kepala Desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah” (Pasal 29 huruf (g) dan (j)).

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved